Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap penetapan anggota DPR terplih 2019-2020.
Tak hanya Wahyu Setiawan, KPK juga menetapkan 3 tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Baca Juga
Sementara itu, Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membentuk tim hukum untuk mengkaji kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang juga menyeret calegnya itu.
Advertisement
Tim hukum DPP PDIP ini dikoordinasikan oleh kader PDIP I Wayan Sudirta, sedangkan Yanuar Wasesa menjadi wakilnya. Adapun anggota tim hukum ini antara lain Nuzul Wibawa, Krisna Murti, Paskaria Tombi, Heri Perdana Tarigan, Benny Hutabarat, Kores Tambunan, Johannes L. Tobing, dan Roy Jansen Siagian serta Maqdir Ismail.
Berbagai tindakan telah dilakukan oleh tim hukum PDIP ini, bahkan kunjungan ke sejumlah instansi juga dilakukan usai operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Baru-baru ini Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP Teguh Samudera dan Ketua Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta bahkan mendatangi gedung KPU.
"Ngobrol-ngobrol. Diskusi," kata I Wayan Sudirta sambil tersenyum. "Diskusi. Jangan PAW, PAW-an lah," imbuh dia.
Lalu apa saja yang dilakukan oleh Tim Hukum DPP PDIP usai OTT KPK yang juga menyeret kadernya tersebut?
Sebut Penangkapan Wahyu Setiawan Bukan OTT
Wakil Koordinator Tim Hukum DPP PDIP Teguh Samudera menyebut penangkapan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Syaiful Bahri tidaklah dapat dikategorikan sebagai OTT. Sebab, menurut Wahyu hal tersebut tidak sesuai dengan definisi ‘tertangkap’ yang terdapat dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP.
Selain itu, Teguh juga mengatakan bahwa berdasarkan rilis KPK, perbuatan yang diduga sebagai perbuatan pidana dilakukan pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019. Sedangkan penangkapan terhadap Wahyu dilakukan pada 8 Januari 2020.
”Karena itu, apa yang terjadi menurut pendapat kami tidak dapat dikategorikan sebagai OTT, melainkan hasil konstruksi hukum berdasarkan penyadapan dan proses penyelidikan berdasarkan Sprin Lidik yang ditanda tangani oleh Ketua KPK tanggal 20 Desember 2019, pada saat terjadinya pergantian Pimpinan KPK sebagaimana tersebut diatas,” jelas Teguh di Gedung DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu 15 Januari 2020.
Advertisement
Persoalkan Tanggal Terbit Sprinlidik OTT Wahyu Setiawan
Surat perintah penyelidikan atau sprinlidik OTT KPK komisioner KPU Wahyu Setiawan, juga dipersoalkan oleh Tim Hukum DPP PDIP. Hal tersebut disampaikan oleh anggota Tim Hukum DPP PDIP Maqdir Ismail.
Maqdir menyatakan bahwa waktu penerbitan sprinlidik itu terjadi pada saat proses pergantian pimpinan KPK dari Agus Raharjo ke pimpinan baru Firli Bahuri.
"Sprinlidik tanggal 20 Desember itu ada yang harus kita perhatikan secara baik adalah bahwa keppres pemberhentian pimpinan KPK lama itu diteken pada 21 Oktober 2019. Sementara dalam keppres itu juga dikatakan pengangkatan terhadap pimpinan baru akan dilakukan pada tanggal 20 Desember," kata Maqdir di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu 15 Januari 2020.
Pimpinan KPK yang lama lanjut Maqdir telah diberhentikan secara terhormat pada 21 Oktober 2019. Oleh sebab itu, bagi dia pimpinan KPK yang lama tidak lagi mempunyai kewenangan melakukan penindakan lagi setelah tanggal tersebut.
Selain itu, Tim Hukum PDIP mengatakan bahwa sprinlidik OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang juga menyeret kader PDIP Harun Masiku tersebut, ditandatangani pada 20 Desember 2019 atau pada saat peralihan masa jabatan pimpinan KPK lama dengan pimpinan yang baru.
Sambangi Kantor KPU
Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP Teguh Samudera beserta Ketua Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta menyambangi gedung KPU pada Kamis 16 Januari 2020. Kedatangan keduanya pun disambut oleh Ketua KPU Arief Budiman.
Kunjungan itu rupanya untuk melakukan audiensi. I Wayan Sudirta mengatakan bahwa audiensi dengan KPU dilakukan untuk mengklarifikasi beberapa hal. Salah satunya adalah kabar yang menyebut pihaknya menghalangi penggeledahan yang dilakukan oleh KPK beberapa waktu lalu.
"Karena PDIP sedang dapat pukulan keras, tapi tanpa data. Contoh bagaimana kami disebut menghalang-halangi penggeledahan. Wong dia nggak bawa surat penggeledahan kok," kata dia, di KPU, Jakarta, Kamis 16 Januari 2020.
Dia menambahkan bahwa adanya kabar tersebut telah membangun persepsi negatif tentang PDIP.
"Sehingga kami terpukul kalau PDIP dianggap membangkang, melawan petugas penggeledahan," kata dia.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menyebut bahwa audiensi merupakan kegiatan yang sudah biasa dilakukan oleh KPU dengan pihak manapun. Termasuk juga dengan partai politik seperti PDIP.
"Dari peserta pemilu siapapun, dari institusi mana pun kalau mengajukan permohonan audiensi kita atur jadwalnya. Sepanjang KPU ada waktu, pasti langsung bisa diterima," ucap Arief.
Advertisement
Datangi Dewan Pengawas KPK
Tak hanya KPU, I Wayan Sudirta mengatakan usai melakukan audiensi dengan KPU, Tim Hukum DPP PDIP pun akan mendatangi Dewan Pengawas KPK.
"Jangan ada pikiran bahwa kami hanya datang ke KPU kami akan mendatangi berbagai instansi lain yang terkait," kata Ketua Tim Hukum PDIP I Wayan Sudirta usai audiensi dengan KPU, di Jakarta, Kamis 16 Januari 2020.
Wayan pun menambahkan adapun poin yang bakal dibahas dengan pihak Dewan Pengawas KPK adalah terkait kabar bahwa PDIP menghalangi penggeledahan oleh KPK.
"PDIP yang tidak menghalangi penyegelan jangan lah dituduh menghalangi. Bagaimana ada surat izin penyegelan. Orang belum ada tersangka kok," ucap dia.
Bagi dia, penggeledahan yang dilakukan KPK merupakan bagian dari upaya paksa. Sedangkan upaya paksa hanya dapat dilakukan jika ada yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, sesampainya di gedung ACLC KPK, tim hukum malah sempat tertahan di meja resepsionis dan belum diizinkan untuk bertemu dengan Dewas KPK. Sementara itu, Wayan mengaku, berdasarkan jadwal seharusnya dia bertemu dengan Dewan Pengawas KPK sekitar pukul 15.00 WIB.
Petugas resepsionis kemudian menyarankan agar tim hukum PDIP membuat laporan terlebih dahulu di Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK di Gedung Merah Putih.
Bertandang ke Dewan Pers
Sementara itu, hari ini tim hukum PDIP juga menyambangi Dewan Pers. Rasa keprihatinan terhadap sejumlah media yang dinilai sudah membingkai kasus dugaan suap komisioner KPU Wahyu Setiawan menjadi hal yang dibahas.
Selain itu, Juru bicara PDIP yang juga kader partai Andreas Hugo Parwita mengatakan bahwa kedatangan tim hukum ke Dewan Pers adalah untuk meminta masukan dan berdialog.
"Itulah sebabnya tim hukum PDI Perjuangan ditugaskan untuk beraudiensi dan berkonsultasi dengan Dewan Pers terkait adanya pembingkaian atau framing media. Sekaligus dialog dan masukan," kata Andreas di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Namun, dia juga menambahkan bahwa langkah yang dilakukan tim hukum ini bukan dengan tujuan untuk mengancam kebebasan pers. Dia pun menambahkan bahwa PDIP sangat mendukung kebebasan pers yang menghormati prinsip-prinsip jurnalistik.
Sementara itu, Ketua Tim Pengacara Teguh Samudra menilai kunjungan ke Dewan Pers ini merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya.
Dia menegaskan, kehadiran pihaknya bukan hendak mengadukan sejumlah media massa. Pihaknya justru ingin berkonsultasi kepada Dewan Pers.
"Bukan, bukan melaporkan media, kita tidak pernah ada benturan dengan media. Kita ingin mendudukkan," pungkasnya.
(Winda Nelfira)
Advertisement