Sukses

4 Investasi Bodong yang Terungkap dan Gegerkan Publik

Yang terbaru, Direktorat Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap empat pelaku pemalsuan website yang memalsukan website untuk menawarkan investasi forex bodong kepada para korbannya.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus investasi bodong kembali terjadi. MeMiles merupakan aplikasi investasi bodong yang belum lama ini berhasil diungkap Polda Jawa Timur (Jatim) pada Jumat, 3 Januari 2020.

Tak butuh waktu lama, investasi bodong yang menggunakan nama PT Kam and Kam berhasil meraup omzet hingga Rp 750 miliar dan memiliki 264 ribu member hanya dalam delapan bulan.

Bahkan, sejumlah publik figur seperti penyanyi dan artis diduga terlibat atau menerima imbalan hasil investasi ilegal MeMiles. Yang terbaru, keluarga Cendana juga turut terseret.

Rupanya, kasus investasi bodong ini bukan merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia.

Yang terbaru, Direktorat Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap empat pelaku pemalsuan website milik PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. Mereka sengaja memalsukan website untuk menawarkan investasi forex bodong kepada para korbannya.

Berikut kasus investasi bodong yang cukup menyita perhatian dihimpun Liputan6.com:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Tipu-Tipu Esther

Dinginnya hotel prodeo ternyata tak membuat Esther Pauli Larasati jera. Mantan karyawan PT Reliance Securities Tbk itu mengulangi lagi kesalahannya melakukan penipuan investasi.

Pada kasus pertama, Esther ditangani di Polda Metro Jaya. Dia divonis 2,5 tahun penjara. Selanjutnya, dia berurusan dengan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Dia ketahuan menggelapkan dana nasabah hingga Rp 55 miliar.

Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan, terkait kasus ini pihaknya menerima laporan 27 korban, nasabah PT Reliance Securities Tbk.

"Sampai saat ini ada kelompok yang menjadi korban. Satu kelompok terdiri dari keluarga. Satu lagi dari berbagai lapisan masyarakat," ucap Daniel, Rabu, 20 Oktober 2018.

Sama seperti kasus yang lalu, Esther Pauli Larasati menggaet para korban dengan mengaku-ngaku sebagai Head of Wealth Management PT Reliance Securities Tbk.

Pelaku menawarkan investasi dengan para korbannya, yang mana investasi tersebut akan ditempatkan pada obligasi pemerintah dengan Bonds seri FR0035 (BPJS) yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Surat Utang Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI.

"Di situ, pelaku menyampaikan kepada publik memiliki kemampuan atau keahlian untuk bertransaksi atau mentransaksikan untuk memainkan di pasar saham," kata Daniel.

Kenyataannya tidak demikian, pelaku tidak mempunyai izin, atau memiliki kewenangan transaksi sebagai pialang di Pasar Modal.

Selain itu, Obligasi pemerintah dengan Bonds seri FR0035 (BPJS) yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Surat Utang Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI tidak memiliki kerjasama dengan pelaku untuk mengelola obligasi tersebut.

"Ternyata begitu dicek, sudah tidak ada uang ini ditransfer ke rekening atas nama perusahaan dan uang nasabah tidak diperdagangkan ke saham. Melainkan dipergunakan untuk kepentingan pelaku seperti memenuhi kebutuhan sehari-hari," pungkas Daniel.

Pelaku dijerat pasal 378 KUHP, pasal 372 dan pasal 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Saat ini penyidik sedang menggali dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh pelaku.

3 dari 5 halaman

QNet

Tim Cobra Polres Lumajang, Jawa Timur menyegel Kantor QNet di Sona Topas Tower Lantai 15, Jakarta Selatan. Penyegelan dilakukan setelah polisi menggeledah kantor tersebut pada Selasa, 29 Oktober 2019 terkait kasus dugaan investasi bodong.

Kasat Reskrim Polres Lumajang, AKP Hasran mengatakan, pihaknya telah memeriksa 11 orang karyawan QNet sebagai saksi.

Hasil pemeriksaan, Kantor QNet di Jakarta ini berkaitan dengan kasus dugaan investasi bodong yang tengah ditangani Polres Lumajang.

"Tindak lanjut pemeriksaan dan pengeledahan maka Kantor QNet dipasang garis polisi," kata Hasran saat dihubungi.

Hasran mengatakan, pihaknya melarang karyawan QNet untuk beraktivitas di kantor tersebut. Penyegelan dilakukan hingga penanganan perkara PT Amoeba Internasional yang diduga melakukan penipuan berkedok bisinis multi level marketing (MLM) rampung.

"Kami sudah sampaikan ke pimpinannya (QNet) langsung. Mereka berkomitmen mengikuti proses hukum," ucapnya.

Dalam pengeledahan itu, Polres Lumajang menyita barang bukti tiga kardus produk QNet berupa cakhra dan amezcua geometri. Selain itu, penyidik juga mengamankan sejumlah dokumen untuk keperluan penyelidikan.

"Kami sita tiga karton. Isinya 94 buah jenis cakhra dan 77 buah jenis amezcua geometri," ujar Hasran.

Hasran mengatakan, dalam praktiknya, PT Amoeba Internasional menjual barang dengan brand PT QNet Indonesia. Menurut dia, barang-barang itu diberikan kepada para anggota yang hendak bergabung dengan syarat menyetorkan uang Rp 10 juta.

"Supaya Anda bergabung bisnis ini harus membeli produk dengan harga Rp 10 juta," ucapnya.

Hasran mengatakan, anggota diiming-imingi mempunyai bisnis seumur hidup yang bisa diturunkan ke anak dan cucunya. Namun syaratnya harus merekrut anggota minimal enam orang.

"Kalau tidak dipenuhi enggak dapat bonus," katanya.

Hingga kini, tercatat 50 orang terjerat bujuk rayu bisnis yang ditawarkan QNet. Tak menutup kemungkinan korban akan bertambah.

"Jumlah korban yang terdata yakni yang melapor di Polres Lumajang," ucap Hasran.

Dalam kasus ini, Polres Lumajang telah menetapkan salah satu direksi dari PT Amoeba Internasional terkait dugaan investasi bodong.

4 dari 5 halaman

MeMiles

Kepolisian daerah Jawa Timur (Polda Jatim) mengungkap kasus investasi bodong MeMiles dengan menggunakan PT Kam and Kam. Perusahaan ini beromzet Rp 750 miliar dan memiliki 264 ribu member hanya dalam delapan bulan.

Ditreskrimsus Polda Jatim pun menangkap dua tersangka KTM (47), warga Kelapa Gading dan FS (52), warga Tambora, Jakarta.

Tersangka meraup uang dari korban sebesar Rp 750 miliar dalam delapan bulan. Akan tetapi, polisi baru mengamankan uang tunai Rp 50 miliar, ratusan unit mobil dan aneka barang lainnya.

"Tersangka pernah terlibat kasus sama tahun 2015 di Polda Metro Jaya," ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan, Jumat, 3 Januari 2020.

Luki mengatakan, investasi bodong dijalankan tersangka dengan menggunakan PT Kam and Kam yang berdiri delapan bulan lalu tanpa mengantongi izin. Perusahaan itu bergerak di bidang jasa pemasangan iklan yang menggunakan sistem penjualan langsung melalui jaringan member, dengan cara bergabung di aplikasi MeMiles.

"Mereka (tersangka) sudah memiliki 264 ribu member dari selama delapan bulan, dengan omzet senilai hampir Rp 750 M," ujar dia.

Setiap anggota yang berhasil merekrut anggota baru mendapatkan komisi atau bonus dari perusahaan. Jika ingin memasang iklan, anggota harus memasang top up dengan dana dimasukkan ke rekening PT Kam and Kam. Dengan top up itulah anggota memperoleh bonus atau reward bernilai fantastik.

"Dana masuk antara Rp 50 ribu sampai Rp 200 juta," ucap Luki.

Anggota banyak tergiur karena bonus yang dijanjikan oleh tersangka. Bayangkan saja, Luki menuturkan, dengan hanya menyetor Rp 50 juta, anggota bisa memperoleh mobil seharga di atas Rp 100 juta.

"Dalam mengusut kasus ini kami bekerjasama dengan pihak OJK (otoritas jasa keuangan)," ujar Luki.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menuturkan, PT Kam and Kam yang memakai aplikasi MeMiles ini menjalankan aksinya dengan metode money game. Tongam menyatakan, ada sejumlah ciri-ciri money game antara lain tidak ada kegiatan riil. 

"Mereka tidak melakukan produksi dan jasa, dan tidak ada pendapatan. Mereka tawarkan keuntungan dengan mendapatkan mobil, dapat HP dengan top up," ujar Tongam saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 4 Januari 2020.

Ia menambahkan, ciri money game lainnya yaitu tidak memiliki izin. Usaha tidak memiliki izin berisiko hukum. Selain itu, para pelaku juga tidak peduli dengan laporan keuangan. Hal ini menyulitkan Satgas Waspada Investasi untuk mengetahui berapa dana yang sudah dihimpun dari masyarakat dan data korban.

"Mereka juga punya agen-agen tersebar, dan belum tentu nyetor. Ada agen-agen nakal di daerah. Laporan keuangan tidak ada tercatat," ujar dia.

Oleh karena itu, ia mengharapkan para pelaku investasi bodong ini dapatkan hukuman sehingga memberikan efek jera. Selain itu juga agar masyarakat tidak ikut-ikutan dengan investasi bodong.

Sementara ini, Polda Jatim menyita barang bukti uang tunai dari tersangka sebesar Rp 50 miliar, delapan belas unit mobil, dua sepeda motor, dan beberapa barang berharga lainnya.

Luki mengatakan, tersangka menjanjikan akan menyerahkan lagi uang tunai Rp 70 miliar.

"Ada juga 120 unit mobil yang sudah diberikan ke member dan akan kami tarik," ucap Luki.

5 dari 5 halaman

Forex Bodong

Direktorat Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap empat pelaku pemalsuan website milik PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. Mereka adalah AW (24), ND (29), SB (32) dan MA (31).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan para pelaku diamankan di wilayah Sulawesi Selatan, Minggu, 5 Januari 2020.

Mereka sengaja memalsukan website untuk menawarkan investasi forex bodong kepada para korbannya.

"Korban ditipu dengan cara menawarkan investasi forex, dengan iming-iming mendapat keuntungan sebesar 20 persen dalam tujuh hari investasi," jelas Yusri di Polda Metro Jaya, Jumat, 17 Januari 2020.

Yusri menyebutkan, setidaknya sudah ada enam orang yang mengaku menjadi korban penipuan tersebut. Namun, polisi masih terus mendalami kasus tersebut.

Komplotan itu melakukan aksinya selama tiga bulanan sebelum akhirnya ditangkap. Kendati begitu, keuntungan yang telah diraup komplotan ini mencapai puluhan juta rupiah.

"Sejauh ini dari sudah ada enam orang tertipu website palsu itu. Keuntungan yang diraup para tersangka sebanyak Rp 80 juta," ujar Yusri.

Pada kasus itu, polisi telah menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya sebuah ponsel Samsung Note 9, sebuah laptop serta sejumlah alat elektronik lainnya. Selain itu, ada sejumlah kartu ATM yang dimanfaatkan untuk menampung uang korban.

Atas perbuatannya, keempat pelaku akan dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 45 A ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.