Liputan6.com, Jakarta - Kementerian PAN-RB dan DPR menyetujui untuk menghapus tenaga kerja honorer, pegawai tidak tetap serta status kepegawaian lainnya dari tubuh pemerintahan. Namun kebijakan itu dianggap tidak tepat oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengaku, khawatir sekolah akan lumpuh bila tidak ada guru honorer.
"Honorer yang eksistingnya ini kan juga harus diselesaikan, jadi kan kita baca berita ya kedepan tidak boleh ada tenaga honorer, tapi kalau enggak ada tenaga honorer hari ini di sekolah lumpuh," kata Unifah di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Advertisement
Menurutnya, di beberapa sekolah di daerah peran guru honorer sangat membantu. Maka dari itu, perlu dilihat kapan waktu yang pas untuk menghapus tenaga kerja honorer.
Baca Juga
"Jadi kan harus dilihat mungkin ada timeline-nya, kapan tidak adanya, nah sekarang kalau honorer di satu di daerah enggak ada itu lumpuh sekolah, karena hanya ada satu dua guru negeri di sekolah terbantu karena itu," ujarnya.
Unifah menyebut, harusnya pemerintah tidak mendikotomikan honorer atau bukan. Terpenting, mutu dan kesejahteraan tenaga honorer harus diperhatikan. Dia mengatakan, bila ada calon guru yang tidak lolos pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) diberi posisi yang jelas untuk bekerja.
"Yang lolos silakan, yang tidak lolos ada pilihan, ada tenaga administrasi dan lain sebagainya, tapi posisinya jelas, jangan mereka bertahun-tahun mengabdi tapi posisinya tidak jelas, sekarang tenaga administrasi di sekolah juga tidak ada sama sekali," tuturnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tingkatkan Kualitas
Unifah menambahkan, peran guru honorer sangat membantu. Sebab berdasarkan data dari Kemendikbud, jumlah guru honorer yang diangkat menjadi PNS baru 48 persen pada tahun lalu. Apalagi jumlah pensiunya sekarang mencapai 50 hingga 70 ribu.
"Belum lagi banyak guru diambil untuk jabatan-jabatan tertentu di daerah, jadi itu makin berkurang, karena itu harus ada solusi, kami memahami kita harus move on kepada peningkatan kualitas, tetapi yang ini juga enggak boleh di abaikan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui untuk menghapus tenaga kerja honorer, pegawai tidak tetap serta status kepegawaian lainnya dari tubuh pemerintahan.
Dalam hasil kesimpulan rapat kerja yang dibacakan, ada beberapa poin yang telah disepakati, antara lain sebagai berikut:
1. Terhadap penurunan ambang batas (passing grade) penerimaan CPNS 2019, Komisi II meminta Kementerian PAN-RB menjamin bahwa penurunan passing grade pada tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) tidak menyebabkan penurunan kualitas soal, agar penerimaan CPNS 2019 tetap dapat menghasilkan sumber daya ASN yang berintegritas, memiliki nasionalisme dan profesionalisme sesuai dengan kriteria SMART ASN 2024.
2. Komisi II DPR, Kementerian PAN-RB, dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya.
3. Komisi II meminta BKN memastikan ketersediaan server, kesiapan SDM, serta sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS Tahun 2019 di 427 titik lokasi tes SKD.
4. Terhadap lokasi tes SKD yang bekerjasama dengan berbagai instansi, Komisi II meminta BKN meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan server berada di tempat yang aman, kesiapan jaringan internet dan ketersediaan daya listrik, terutama di Jabodetabek yang belum lama ini terkena bencana banjir.
5. Komisi II mendukung Kementerian PAN-RB dalam melakukan berbagai tahap penyederhanaan birokrasi dengan memperhatikan besaran tunjangan kinerja, tunjangan pensiun, dan tunjangan lainnya dengan tidak mengurangi penghasilan ASN.
Â
Reporter:Â Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement