Sukses

HEADLINE: Harun Masiku Tak Kunjung Tertangkap, Hambat Penuntasan Kasus?

Harun Masiku diketahui telah berada di Indonesia sehari sebelum OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan cs.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga berhasil menangkap kader PDIP Harun Masiku, tersangka penyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan. KPK pun menjadikan Harun sebagai buronan dan telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

Keberadaan mantan caleg PDIP dari Dapil 1 Sumatera Selatan itu hingga kini masih misteri. Sempat dikabarkan pergi ke Singapura, Harun Masiku dipastikan telah berada di Indonesia. Bahkan dia ada di tanah air sejak sehari sebelum KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) Wahyu Setiawan cs.

"HM (Harun Masiku) telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," ujar Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ronny Franky Sompie dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Pernyataan Ronny sekaligus mengonfirmasi rekaman kamera keamanan Bandara Soetta dan pengakuan istri Harun Masiku, bahwa penyuap Wahyu Setiawan itu sudah ada di Indonesia sejak 7 Januari atau sehari sebelum OTT.

Padahal sebelumnya, Ditjen Imigrasi menyatakan Harun Masiku masih di luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Ronny berdalih, perubahan informasi itu dipicu keterlambatan waktu (delay time) proses data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta saat Harun Masiku masuk ke Indonesia. 

Sebagai tindak lanjut, Imigrasi mencegah Harun Masiku ke luar negeri sesuai permintaan KPK. "Hal tersebut telah terhubung ke seluruh kantor imigrasi dan tempat pemeriksaan imigrasi di seluruh Indonesia," katanya.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menyebut pernyataan Dirjen Imigrasi mematahkan kebohongan yang dilakukan pemerintah dan pimpinan KPK. Dia menilai, ada upaya menghalangi proses penyidikan kasus ini dengan tak kunjung tertangkapnya Harun Masiku.

"Saya pikir ini membuktikan kebohongan kolektif antara pejabat di Kemenkumham dan pimpinan KPK. Kemarin kan mereka kompak klaim bahwa Kemenkumham bilang dia belum tiba di Indonesia, kemudian pimpinan KPK juga menyampaikan dia juga belum di Indonesia. Sekarang pernyataan Dirjen Imigrasi itu membongkar kebohongan kolektif antara Kemenkumham dan Pimpinan KPK. Ini membongkar persekongkolan kebohongan," ujar Donal kepada Liputan6.com, Rabu.

Donal menilai, ada ketidakkompakan di internal KPK dalam mengusut kasus suap Harun Masiku. Dia menilai, pimpinan KPK telah berupaya menutupi kasus hingga melakukan kebohongan dengan menyebut Harun Masiku masih berada di luar negeri. Padahal dia ada di Indonesia saat OTT berlangsung.

"Ini kasus simple. Tapi ada upaya saling menutup. Jadi menurut saya ada persoalan pidana dan persoalan etik yang terjadi dalam kasus ini. Menghalang-halangi penyidikan (Pasal 21 UU KPK), dan menutupi informasi keimigrasian yang bisa dipidana dengan 5 tahun penjara dalam UU Keimigrasian," tuturnya.

Melihat upaya elite KPK, ICW curiga ada aktor besar dalam kasus yang menyeret Harun Masiku dan Wahyu Setiawan ini. Namun Donal enggan berbicara lebih jauh soal itu. 

"Jangan ke sana dulu, datar, fokus ke upaya menutupi ini. Aktor besar pasti ada. Dalam kasus ini pasti ada aktor besar. Jelas pimpinan KPK mencoba untuk menutupi," katanya menandaskan.

Infografis Harun Masiku Buronan KPK. (Liputan6.com/Triyasni)

Hal serupa juga disampaikan pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar. Dia mengatakan, ada pihak yang melindungi dan menyembunyikan Harun Masiku. Hal itu terjadi lantaran, PDIP khawatir keterangan Harun Masiku akan melebar jika tertangkap KPK.

"Mengapa disembunyikan? Jika dilihat dari konstruksi kasusnya, maka ada beberapa hal yang janggal selain rangkaian usaha mem-PAW (pergantian antar waktu) anggota DPR, berupa judicial review PKPU ke Mahkamah Agung, fatwa MA, dan suap kepada WS (Wahyu Setiawan)," kata Abdul Fickar kepada Liputan6.com, Rabu.

Kejanggalan-kejanggalan itu, kata Abdul Fickar, antara lain Wahyu tidak mengenal Harun selaku caleg yang menyuapnya, uang suap dititipkan kepada Saeful Bahri yang disebut sebagai orang kepercayaan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, gagalnya tim KPK menyegel Kantor PDIP, hingga penyelidik KPK "dikerjai" di PTIK.

"Dengan kejanggalan-kejanggalan ini, maka keterangan HM menjadi signifikan, keterangan HM akan membuka dan menjelaskan peristiwa yang sesungguhnya. Karena itu juga, pembelaan tim hukum PDIP menyasar ke mana-mana," katanya.

Tim hukum PDIP diketahui mendatangi sejumlah instansi menyusul kasus OTT Wahyu Setiawan yang menyeret kadernya. Mereka menemui pimpinan KPU, Dewan Pengawas KPK, Dewan Pers, hingga Bareskrim Polri.

"Tindakan-tindakan ini seolah-olah menggambarkan kepanikan PDIP. Menyembunyikan HM menjadi semakin signifikan. Sepertinya telah terjadi, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Upaya menyelamatkan seorang yang rusak, yang terjadi justru akan merusak partai, pers, dan KPK," ucap Abdul Fickar.

Abdul Fickar menilai, tidak kunjung tertangkapnya Harun Masiku menunjukkan bahwa UU KPK yang baru telah melemahkan lembaga antirasuah itu. KPK dinilai tidak lagi independen, bekerja lambat, dan terkesan bisa dikendalikan pihak luar.

"Inilah hasil dari sistem yang melemahkan, yang disebut Presiden menguatkan," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

KPK dan PDIP Lindungi Harun Masiku?

Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, penyidikan kasus suap yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terus berjalan, meski Harun Masiku selaku penyuap belum tertangkap. 

"Penyidikan tetap berjalan. Proses pemanggilan saksi-saksi juga masih berlangsung," ujar Firli kepada Liputan6.com, Rabu (22/1/2020).

Mantan Kabaharkam Polri itu membantah tudingan yang menyebut pimpinan KPK turut melindungi Harun Masiku dengan menutup-nutupi keberadaannya. Dia menegaskan, upaya pencarian dan penangkapan terhadap kader PDIP itu terus dilakukan.

"Kalau saya tahu tentang keberadaan tersangka (Harun Masiku), pasti saya tangkap. KPK tegas terhadap kasus tersangka. Siapapun yang tahu tempat dan keberadaan tersangka, kasih tahu saya, saya tangkap," kata Firli.

Pun demikian dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri. Dia mengatakan, KPK sudah melakukan langkah-langkah strategis sejak penetapan tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

KPK juga menjalin kerjasama dengan kepolisian untuk memburu dan menangkap Harun Masiku. KPK juga meminta Ditjen Imigrasi menerbitkan surat cegah dan tangkal (cekal) terhadap Harun Masiku serta menelusuri keberadaannya.

"Intinya KPK telah mendalami semua informasi yang kami terima. Kami berharap tersangka HAR (Harun Masiku) segera ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum," kata Ali kepada Liputan6.com, Rabu.

KPK berharap Harun Masiku bersikap kooperatif terhadap proses hukum yang berlaku. "Tidak hanya membantu penegak hukum, tetapi nantinya pada tingkat persidangan juga akan dapat dipertimbangkan sebagai alasan meringankan hukuman yang bersangkutan," tuturnya.

Namun Ali tidak menjawab soal kabar OTT terhadap Harun Masiku bocor. Mantan caleg PDIP itu tak terjaring KPK, padahal dia diketahui berada di Indonesia saat OTT terhadap Wahyu Setiawan cs berlangsung.

"Soal teknis pencarian yang bersangkutan adalah bagian strategi penanganan perkara, tentu tidak bisa kami sampaikan secara terbuka kepada masyarakat. KPK tetap bekerja dan terus mencari untuk menangkap yang bersangkutan," ucap Ali.

Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat juga menampik tudingan partainya melindungi Harun Masiku. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan, PDIP tidak akan mengintervensi proses hukum di Indonesia.

"Partai tidak pernah melindungi seseorang dan selalu menghormati proses hukum. Partai tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan," kata Djarot kepada Liputan6.com, Rabu.

Djarot menuturkan, PDIP tidak pernah berkomunikasi dengan Harun Masiku. Pihaknya baru mengetahui kabar Harun Masiku berada di Indonesia dari pemberitaan di media massa.

"Saya juga kemarin baca berita dari istrinya juga katanya tanggal 7 (Januari 2020) sudah di sini. Ya sudah, tugasnya KPK dan kepolisian untuk bisa menemukan yang bersangkutan," ucapnya.

Meski begitu, PDIP tetap mengimbau mantan calegnya itu bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK. 

"Kami sudah mengimbau bahwa setiap warga negara harus hormati proses hukum, siapapun itu. Tapi yang paling berwenang pihak KPK dan kepolisian. Yang saya dengar, saya baca, yang bersangkutan sudah masuk DPO kan," kata Djarot.

3 dari 3 halaman

Simpang Siur Keberadaan Harun Masiku

Misteri di mana keberadaan Harun Masiku mulai menemukan titik terang. Dirjen Imigras Ronny F Sompie mengungkapkan, politikus PDIP itu telah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020 atau sehari sebelum OTT terhadap Wahyu Setiawan cs dilakukan pada 8 Januari 2020.

Harun memang sempat dilaporkan meninggalkan Indonesia pada 6 Januari 2020. Dia terdeteksi berada di Singapura. Sehari berada di Negeri Singa, Harun kemudian kembali ke Tanah Air keesokan harinya.

Hanya saja, Ditjen Imigrasi Kemenkumham ketika itu menyatakan, Harun masih di luar negeri. Begitu juga Menkumham Yasonna H Laoly yang bersikukuh menyatakan bahwa ia itu belum masuk ke Indonesia.

KPK percaya laporan pemerintah yang menyebut Harun Masiku masih berada di luar negeri. KPK pun menggandeng kepolisian untuk memburu politikus PDIP itu.

Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang mengakui, pihaknya sudah mengetahui bahwa Harun Masiku berada di Indonesia sejak lama. Hanya saja pihaknya baru mendapatkan perintah untuk menyampaikan soal keberadaan Harun di Tanah Air, hari ini.

"Perintah untuk kami menyampaikan, tuh hari ini. Terkait kapan kami peroleh (informasi soal Harun), saya tidak bisa katakan," ujar Arvin di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Arvin tak menyebut secara detail kapan pihaknya mendapat informasi soal keberadaan Harun Masiku di Indonesia. Saat mengetahui Harun berada di Tanah Air sejak 7 Januari, menurut Arvin, pihaknya terlebih dahulu melalukan pendalaman.

"Kita kan enggak mungkin juga kasih info sepotong-sepotong. Dirasa memang info harus disampaikan, kita sampaikan," kata dia.

Ditjen Imigrasi menyalahkan sistem pencatat kedatangan Harun Masiku ke Indonesia di Terminal F Bandara Soekarno Hatta yang tidak cepat menginput data. 

"Jadi terkait dengan delay system bahwa seyogyanya fasilitas CIQ bisa dilakukan oleh penyedia atau pengelola bandara. Namun, karena alasan teknis dan sehingga kami dengan perangkat yang ada kami berusaha melengkapi kekurangan," ujar Arvin.

Menurut Arvin, sepatutnya sistem Customs Immigration and Quarantine (CIQ) mencatat kedatangan Harun Masiku. Maka dari itu, Arvin menyatakan akan mendalami kelalaian sistem tersebut.

"(Kelalaian sistem) tidak lazim terjadi, tapi kalau mati lampu di Bandara Soetta itu pernah. Apakah ini ada hubungannya atau tidak, kita akan lakukan pendalaman. Masih kami lakukan pendalaman," kata Arvin.

Dia mengatakan, pihaknya mendalami kelalaian sistem tersebut dengan menggandeng pihak terkait seperti bandara dan maskapai. Meski begitu, Arvin menegaskan bahwa Harun Masiku sejak 7 Januari 2019 sudah berada di Indonesia.

"Menggunakan Batik Air dan tercatat pada 7 Januari 2020 sekitar pukul 17.34," kata Arvin.

Sementara itu, kepolisian telah menindaklanjuti informasi yang menyebut Harun Masiku berada di Gowa, Sulawesi Selatan. Hasilnya, polisi tidak menemukan buronan KPK itu, yang dikabarkan bersembunyi di rumah istrinya.

"Anggota Polri sudah ke sana, melihat bahwa yang bersangkutan belum ada di sana," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

Argo memastikan pihaknya akan turut membantu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencari tersangka penyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu.

"Sekarang masih kita cari, kita masih bekerja," jelas Argo.

Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri memastikan terus mencari keberadaan Harun Masiku. Tersangka kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Firli menyatakan akan menelusurinya dugaan Harun Masiku bersembunyi di kediaman sang istri di Gowa, Sulawesi Selatan.

"Terimakasih informasi dari rekan-rekan, kita akan telusuri. Sampai sana kita akan telusuri, kita akan terima apapun informasinya dan tentu akan kita lakukan kroscek atas kebenaran seluruh informasi," ujar Firli di Gedung KPK, Senin, 20 Januari 2020 malam.

Sebelumnya, sempat beredar kabar, Harun Masiku bersama Sekjen PDIP Hasto Kristyanto berada di PTIK, Jakarta Selatan saat KPK melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan dan sejumlah orang. Saat itu, tim KPK yang ada di PTIK dikabarkan diamankan kepolisian.

Namun, PDIP melalui Sekretasris Fraksi PDIP DPR Andreas Hugo Pareira keberatan dengan cerita yang beredar. Dalam kasus suap pengurusan PAW anggota DPR ini, dia menegaskan bahwa ada pihak yang ingin sengaja menyudutkan PDIP.

"Dalam konteks saat ini, PDI Perjuangan adalah korban dari framing politik tersebut," jelas Andreas kepada wartawan, Selasa 14 Januari 2020.

Saat dikonfirmasi mengenai kebenarannya yang terjadi pada Rabu, 8 Januari 2020, Hasto mengaku tengah sibuk mempersiapkan Rapat Kerja Nasional PDIP yang saat itu juga bertepatan dengan perayaan HUT ke-47 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Selain itu, Hasto juga mengaku tak mengetahui keberadaan dua stafnya yang terjaring OTT KPK dikarenakan tengah dalam kondisi tidak sehat.

"Saya tidak mengetahui karena sakit diare tadi, sehingga dalam konteks seperti ini kami fokus dalam persiapan HUT ke-47 dan rakernas yang pertama," kata Hasto.

KPK menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka terkait penetapan anggota DPR RI PDIP. KPK juga menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri pihak swasta.

Pemberian suap untuk Wahyu diduga untuk membantu Harun Masiku dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU, pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.

Wahyu Setiawan diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.