Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik dan jajaran menyambangi Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta pada Jumat (24/1/2020).
Pertemuan ini guna membahas penyelesaian kasus HAM di Indonesia. Komnas HAM ingin penanganan dan penuntasan pelanggaran HAM berjalan lancar tanpa menimbulkan kegaduhan.
"Bertemu Menko Polhukam, Mahfud MD, sebetulnya memperkuat komunikasi, kan sudah beberapa kali bertemu untuk membahas bagaimana solusi penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui jalur yudisial maupun non-yudisial," kata Taufan.
Advertisement
Dalam pertemuan ini, ia mengaku, telah mengklarifikasi polemik penyelidikan kasus pelanggaran HAM yang menjadi sorotan media massa. Termasuk pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait kasus Semanggi I dan II. Menurutnya, hal ini harus diselesaikan secara bersama-sama tanpa menciptakan kehebohan di ruang publik.
Baca Juga
"Tapi memang tidak gampang, karena melibatkan banyak pihak dan membutuhkan satu keseriusan dan kejelian. Jadi komunikasi dengan berbagai pihak itu kita harapkan semakin diperkuat di bawah koordinasi dari Pak Menko Polhukam," ujarnya.
Ia pun meminta, Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk tidak membuat kegaduhan saat menanggapi perkembangan kasus pelanggaran HAM.
"Kalau masih ada hal-hal yang perlu ditambahkan barang bukti dan macam-macam itu, kami persilakan Jaksa Agung untuk meneruskan. Tidak perlu mempolemikkan itu di media lagi," tutup dia.
Simak video pilihan berikut ini:
Pernyataan Jaksa Agung
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap perkembangan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR. Dalam paparannya, Burhanuddin menyebut peristiwa Semanggi I dan II tidak termasuk pelanggaran HAM berat.
"Peristiwa Semanggi I Semanggi II telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," ujar Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 16 Januari 2020.
Burhanuddin menyebut, ada berkas perkara pelanggaran HAM berat masa lalu dan masa kini yang dikembalikan kepada penyidik. Berkas kasus pelanggaran HAM Jambu Pupuk tahun 2013 telah dikembalikan dan perkara Paniai tahun 2014 baru masuk tahap penyidikan.
Sementara, kasus dukun santet di Banyuwangi tahun 1998-1999, peristiwa Talangsari 1989 dan peristiwa Wasior 2001 dan Wamena 2003, pelaku telah disidangkan di pengadilan umum. Tetapi untuk dugaan pelanggaran HAM berat penyelidik belum melakukan pemeriksaan.
"Peristiwa Talangsari Lampung tahun 89 alat bukti dan barang bukti dugaan pelaku belum terungkap," jelas Burhanuddin.
Dia mengungkap sejumlah kendala pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat. Pertama, untuk peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu belum ada pengadilan HAM Ad Hoc.
"Sedangkan mekanisme dibentuknya atas usul DPR RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan presiden," kata dia.
Burhanuddin mengakui penyelesaian berkas penyelidikan kasus HAM masa lalu terkendali kecukupan alat bukti.
"Komnas HAM belum dapat menggambarkan atau menjanjikan minimal dua alat bukti yang kami butuhkan," kata dia.
Reporter: Ronald
Sumber: Merdeka.com
Advertisement