Sukses

Shirakawa-go dan Ainokura Gokayama, Pemandangan Sama Namun Beda Ambience

Salju tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya di Shirakawa-go, Takayama, Jepang. Namun keindahan desa yang merupakan bagian dari Perfektur Gifu itu tetap saja menawan. Selamat datang di Shirakawa-go.

Liputan6.com, Jakarta Salju tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya di Shirakawa-go, Takayama, Jepang. Namun keindahan desa yang merupakan bagian dari Perfektur Gifu itu tetap saja menawan. Selamat datang di Shirakawa-go, desa yang diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO.

"Biasanya kalau musim dingin, salju bisa setebal 5-7 meter lebih, sekarang 1 meter saja sudah lumayan," kata Yoshiko Tomiyama #tourguideyoshi, pemandu wisata saya selama menjelajah rute perjalanan "Three Star Road" atas undangan pemerintah Jepang dan Meitetsu World Travel, 9-20 Januari 2020.

Beruntung saat kami berkunjung ke desa yang masuk dalam wilayah Perfektur Gifu pada 14 Januari 2020, salju baru saja turun dan memperindah kawasan tersebut. Hujan yang turun tengah malam membuat cuaca makin susut dan salju pun mulai menyirami kawasan tersebut. 

Shirakawa-go terkenal dengan perkampungan dengan desain rumah Gasho, yaitu atap segitiga berbentuk seperti telapak tangan yang ditempelkan sebagai penanda salam atau doa. Keindahan Shirakawa-go dapat dinikmati dari menara observatori yang ada di puncak utara perkampungan ini.

Karena keunikan rumah dengan desain yang sama serta arah rumah yang juga sama menghadap barat, membuat desa ini menarik dipandang dari puncak observatori dan spot foto para pelancong. Bila malam tiba, pencahayaan atau iluminasi dari jendela rumah sangat cakap untuk menangkap momen itu melalui lensa kamera.

 

Dalam perjalanan kali ini saya bersama pegawai Divisi Promosi Pariwisata Distrik Ohno, Perfectur Gifu, bernama Yasuhiro Oda. Dia mengajak saya turun observatori dan berjalan menuju perkampungan Shirakawa-go. Suasana saat itu cukup ramai. Banyak pelancong domestik dan mancanegara yang berkunjung ke sana. Parkiran bus penuh sesak menurunkan dan menaikan penumpang.

Ada baiknya mematuhi aturan yang diterapkan di wilayah tersebut agar tidak salah bertindak. Misalnya saja, tidak merokok sembarangan apalagi sambil berjalan. Merokok hanya di area yang tertanda khusus. Ini sebagai bentuk menghormati pengunjung lain yang tidak merokok, selain api juga merupakan ancaman serius di Shirakawa-go yang dinobatkan sebagai aset cagar budaya Jepang dan dunia ini. Sebab, seluruh bangunan di sini terbuat dari kayu dan jerami.

Selain itu juga soal sampah. Tidak hanya di Shirakawa-go, soal sampah warga Jepang sangat-sangat tertib. Bahkan saking tertibnya tidak ada tempat sampah di jalanan. Kalau pun ada tempat sampah untuk bahan-bahan daur ulang, seperti kaleng minuman, botol kaca, dan botol plastik. Lalu selebihnya?

Anda harus menyimpan sampah yang ada hasilkan dan buang di hotel atau restoran yang menyediakan tempat sampah. Tidak boleh menumpang membuang sampah di rumah orang, apalagi di jalanan atau sungai. Soal sampah, akan saya tulis di catatan perjalanan berikutnya. Cukup menarik dan semoga bisa menjadi pelajaran dalam mengelola sampah.

Kunjungan pertama Shirakawa-go yang ditunjukan Yasuhiro adalah museum terbuka tempat beberapa rumah tradisional Gasho masih berada. Rumah-rumah tersebut memang bukan asli dari museum itu berada, "Tapi dikumpulkan dari beberapa desa yang ada di Shirakawa-go untuk dijadikan museum di sini," kata Yasuhiro menjelaskan melalui penerjemah perjalanan saya, Yoshiko Tomiyama #tourguideyoshi.

 

Selain kayu-kayunya yang kokoh dan mantap, keunikan rumah Gasho adalah desain atap dari jerami yang sangat tebal, sekitar 1,5 meter tebalnya. Bila dipikir-pikir tentu sangat sulit untuk memperbaiki atau membuat atap Gasho berbahan jerami.

"Ada Yui (di Indonesia namanya gotong-royong), jadi bila ada satu rumah yang perlu perbaikan maka pemilik rumah itu harus mengumpulkan 100 orang penduduk dan dia menyediakan segala keperluan makanan dan minuman untuk yang membantu mengerjakannya. Dan dia mengetuk satu per satu rumah tetangga agar dapat membantunya," kata Yasuhiro.

Untuk usia atap satu rumah Gasho, Yasuhiro memperkirkan 20-30 tahun. Makin tua jerami tebal itu makin susut dan tidak akan kuat menahan salju atau cuaca lainnya.

Lantas, bagaimana dengan zaman sekarang dimana penduduk asli perkampungan tradisional sudah mulai menipis?

Yasuhiro mengatakan bahwa ada semacam rekruitmen terbuka bagi siapapun yang ingin terlibat dalam renovasi atau membuat atap rumah Gasho, bahkan wisatawan domestik dan mancanegara dipersilakan gabung dalam tradisi Yui untuk merenovasi rumah Gasho.

 

Setelah berkeliling museum terbukan Rumah Gasho, ada baiknya untuk menghangatkan sup kacang merah dan teh hangat di salah satu rumah tradisional yang dijadikan persinggahan para wisatawan. Tiket masuknya terjangkau yaitu 300 yen. Dingin menusuk di luar sana karena musim dingin, cukup dihangatkan di perapian tengah rumah tradisional itu.

Jangan heran saat anda membuka pintu untuk masuk ke rumah tersebut kepulan asap. Hal itu berasal dari tungku perapian yang harus tetap menyala selama 24 jam agar rumah tidak dingin dikala musim salju turun. Sekaligus asap-asap perapian itu berfungsi untuk mengusir nyamuk dan tikus dari dalam rumah.

Usai menyeruput teh hangat dan sop kacang merah manis, perjalanan berlanjut ke pemukiman warga Shirakawa-go, berjarak sekitar 300 meter dari museum terbuka Shirakawa-go. Menyeberangi jembatan sepanjang 200 meter, kita langsung dapat memasuki perkampungan ini.

Perkampungan ini adalah salah satu destinasi utama Shirakawa-go yang terlihat indah dari menara observatori. Tidak hanya rumah-rumah Gasho yang berusia 300-400 tahun, warga juga menjadikan rumah-rumah tua ini dengan fungsi beragam, toko suvenir, kedai kopi dan sop, ada juga penginapan. Tapi, ada warga yang membuka rumahnya dengan orisinalitas dan dapak menikmati sensasi minum teh di perapian dan berfoto, Rumah Kanda. Pengelola mematok tarif 300 yen per orang.

Ketika anda berjalan memasuki perkampungan warga Shirakawa-go, jangan heran bila anda banyak menemukan hidran untuk pemadam kebakaran. Di sini, api adalah musuh yang paling ditakuti karena rumah warga yang terbuat dari kayu.

"Ini (hidran) adalah pertolongan pertama untuk memadamkan api. Satu hidran dipegang oleh 2-3 keluarga, mereka yang bertanggungjawab mengelola hidran dimana api paling dekat berkobar dipadamkan," kata Yasuhiro.

Memang para warga rutin diberikan pelatihan untuk menanggulangi api agar tidak cepat merambat ke rumah lainnya. Antar tetangga mereka berkoordinasi cara penanggulanagan api. "Kebakaran adalah paling menakutkan di sini," ujar Yasuhiro.

2 dari 2 halaman

Ainokura Gokayama

Satu jam berkeliling dan menikmati perkampungan warga Shirakawa-go. Meski salju tidak membuat putih perkampungan tersebut, suasana indah masih tetap terasa. Perjalanan selanjutnya adalah pemukiman tradisional Gasho di Ainokura.

Berbeda dengan Shirakawa-go yang cukup ramai dikunjungi pelancong, di Ainokura yang juga merupakan desa yang termasuk dilestarikan karena rumah-rumah Gasho berumur ratusan tahun, sangat-sangat sepi pengunjung. 

Bahkan, pekik gagak di tengah sawah cukup jelas terdengar. Saya menconba menyusuri perkampungan ini, juga sepi. Salju pun tidak banyak turun di sini, meski sebagian rumah dan jalan tertutup salju. Ainokura berjarak satu jam perjalanan dari Shirakawa-go, anda bisa menggunakan bus untuk dapat menjangkau desa ini. 

Terdapat museum yang berisikan sejarah desa Ainokura dan penjelasan rumah Gasho di dalam desa ini.

Hujan menambah dingin dan syahdu di Ainokura. Kumpulan burung gagak mencari makan di tengah sawah terasering yang tidak jauh dari akses masuk desa tersebut. Saya bertemu dengan dua orang perempuan dari Indonesia yang menyegaja menjelajah Ainokura.

Sama halnya dengan Shirakawa-go, Ainokura adalah salah satu warisan dunia yang diakui UNESCO. 

Teh hangat dan semangkok ramen menutup perjalanan hari ini. Hujan masih t 

Video Terkini