Sukses

Himpuni: RUU Omnibus Law Terkait Riset dan Inovasi Layak Didukung

Adapun riset dan inovasi merupakan satu dari 11 kluster yang tengah digodog dalam RUU Omnibus Law.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini terdapat 8.451 peraturan produk pemerintah pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menggambarkan kompleksitas regulasi di Indonesia. Omnibus Law pun hadir sebagai strategi reformasi regulasi yang bertujuan agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyak Peraturan Perundang-undangan.

Demikian disampaikan Irnanda Laksanawan dalam diskusi yang digelar Perhimpunan Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (Himpuni) yang bertajuk "Dukungan Riset dan Inovasi". Acara ini digelar di Sekretariat PP IKA ITS, Jakarta Pusat.

Ketua Umum IKA ITS ini menyebutkan, penerapan Omnibus Law bermanfaat untuk menghilangkan tumpang tindih di antara peraturan perundang-undangan (PUU), efisiensi proses perubahan dan pencabutan PUU, serta untuk menghilangkan ego sektoral. Adapun riset dan inovasi merupakan satu dari 11 kluster yang tengah digodog dalam RUU Omnibus Law.

"Dukungan riset dan inovasi meliputi pengembangan ekspor dan penugasan BUMN maupun swasta dari pemerintah," jelas anggota Dewan Riset Nasional ini.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Hukum dan Advokasi PP IA ITB Sari Wahjuni menyebutkan, dalam RUU Omnibus Law di bidang dukungan riset dan inovasi, hanya UU BUMN yang diubah, yakni Pasal 6 UU Nomor 19 Tahun 2003.

UU tersebut direvisi dan membuat pemerintah dapat melakukan penugasan khusus kepada BUMN untuk pemanfaatan umum, riset, pengembangan, dan inovasi untuk kepentingan pemerintah.

Dalam dunia perguruan tinggi, kata Sari, penelitian dan penemuan akan menjadi sesuatu yang penting untuk kemajuan negara serta perlu dikembangkan dan tidak hanya disimpan. Pengaturan dalam RUU Omnibus law menunjukkan bahwa pemerintah memberikan dukungan terhadap penelitian.

Misalnya, adanya pengaturan mengenai dibolehkannya pemasukan benih dari luar negeri dalam hal pertanian, mengembangkan skema kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan dan seluruh pemangku kepentingan jasa konstruksi.

"Maka, untuk selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah peraturan pelaksanaan dari RUU ini, mengingat banyak bidang usaha mulai dari kawasan hutan, perkebunan, arsitektur, peternakan, yang dalam perizinan usahanya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah," papar Sari.

Dia mengatakan, dalam membuat badan usaha ataupun industri, misalnya, diperlukan perijinan yang cukup banyak. Ada yang memang diperlukan dan kadang menghambat. Pemerintah pun telah membuat OSS untuk mempersingkat waktu pembuatan PT.

"Dalam kenyataannya, sistem ini masih mengalami kendala dan banyak PT yang belum menyesesuaikan dengan peraturan ini. Jangan sampai perlindungan hukum hanya untuk investor, tapi juga harus menyentuh masyarakat, misalnya AMDAL. Itu harus tetap diperhatikan," dia menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Untuk Menyerap Tenaga Kerja

Sementara itu, Wakil Ketua Umum IA-ITB Dwi Larso menyebut bahwa belanja riset dan pengembangan Indonesia masih rendah, baik oleh pemerintah, kalangan industri maupun perguruan tinggi. Indonesia masih berada di bawah Filipina, Malaysia, Vietnam dan Thailand.

Karenanya, dia mengajak masyarakat untuk kembali pada maksud dibuatnya UU, yakni instrumen untuk mencapai visi dan misi. Ujungnya harus makin banyak usaha yang dimunculkan.

"Saya lebih senang pakai istilah cipta usaha, tidak melulu kerja. Ada penta helix, atau sinergi antara pemerintah, industri dan perguruan tinggi," ucapnya.

Dia juga memaparkan strategi untuk mengantisipasi banjir demografi supaya angkatan kerja manusia Indonesia bisa terserap dengan baik. Pasalnya, menilik pada pemberitaan beberapa media, masih banyak pengangguran yang berasal dari lulusan SMA dan SMK.

Menurut Wakil Rektor Akademik President University ini, diperlukan langkah strategis untuk memenuhi target wirausaha baru. Dalam setahun ada lulusan SMA dan sederajat sebanyak 3,5 juta jiwa. Kurikulum dan ekosistem kewirausahaan diperlukan agar menghasilkan wirausaha baru.

Untuk mencapainya, Larso merekomendasikan supaya BUMN dimanfaatkan untuk menciptakan bisnis atau start up baru sebagai venture capital. Anak-anak usaha BUMN yang menghambat bisnis baru ini juga perlu ditinjau ulang.

"Contohnya di Amerika ada SBA atau Small Business Administration untuk pengembangan usaha baru dan bisnis kecil. Fungsi ini fleksibel untuk ditempatkan pada lembaga-lembaga yang sudah ada, seperti Kemendikbud atau Kemenkop-UKM. Dan fungsinya dijalankan secara otonom oleh lembaga atau badan baru," contohnya.

Larso menambahkan, fungsi ini akan menjadi program yang terstruktur, sistematis dan masif dalam menciptakan wirausaha baru, sekaligus menambah jumlah wirausaha baru secara signifikan dari program yang sudah ada, antara lain di sektor perindustrian, kominfo dan parekraf.

Â