Liputan6.com, Jakarta Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah menetapkan pencak silat sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia dari Indonesia. Sidang Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, yang berlangsung pada 9-14 Desember 2019.
Tentu penetapan ini harus ditambah dengan langkah konkret. Peneliti silat beksi dan dosen sastra UNJ, Gress Grasia Azmin, dalam diskusi soal Pencak Silat Betawi setelah Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Unesco, mengatakan pencak silat harus berbenah dan semakin terbuka.
Advertisement
Baca Juga
"Sekarang bagaimana? Bagaimana penelitian dan dokumentasi mengenai silat itu sendiri," ujar dosen yang biasa dipanggil Ige itu di Graha Bhakti Budaya (26/01).
Ia melihat kebanyakan penelitian tentang silat masih berisi tentang metode pembelajaran dan juga metode pengajaran pada silat.
Menurut dia, itu sangat disayangkan karena penelitian yang ia temukan di internet kebanyakan hanya dilihat dari perspektif olahraga. Sebagian besar pun hanya berbicara perihal teknik-teknik tendangan, asupan gizi untuk atlet, teknologi dalam pertandingan silat dan lain-lain.
Sementara itu, bagaimana dengan silat yang sifatnya tradisional?
"Saya hanya menemukan 10 penelitian mengenai silat tradisional. Tiga di antaranya berbicara tentang sejarah," tutur Ige.
Di lain pihak, Indonesia terdaftar di UNESCO sebagai Traditions of Pencak Silat, yang dilihat dari empat aspek, yaitu bela diri, olahraga, budaya dan spiritual.
"Kebanyakan penelitian yang saya temukan lebih kepada olahraga semata dan sedikit bela diri. Kemudian timbul pertanyaan, yang masalah spiritualnya di mana penelitiannya? Kemudian, yang terkait dengan budaya?" tutur Ige.
Grees menilai pencak silat yang sudah ditetapkan oleh UNESCO sangat perlu perhatian, sehingga ke depannya bisa lestari dan terjaga.
"Ingat yang ditetapkan adalah Traditions of Pencak Silat oleh UNESCO. Artinya semua aspek perlu untuk diteliti dan lestarikan oleh kita (orang Indonesia) sendiri," ujar Ige.
Â
Â
Saksikan video menarik di bawah ini
Perlu Ada Sekolah Silat Betawi
Dalam buku Maen Pukulan Khas Betawi karya GJ Nawi, dituliskan tentang adanya 317 aliran main pukulan (pencak silat) Betawi. Beberapa di antaranya telah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Terbaru pada 2019, ada silat Mustika Kwitang, silat Pusaka Djakarta, silat Troktok, dan silat Sabeni Tenabang. Menyusul yang sudah ditetapkan lebih dulu adalah silat Beksi dan silat Cingkrik.
Baca Juga
Pada umumnya silat tradisional Indonesia dikenal dengan pencak silat, berbeda istilahnya bagi kebanyakan pesilat Betawi. Walaupun demikian, maksud yang terkandung tidak lain dan tidak bukan adalah pencak silat.
"Di Betawi istilahnya bukan pencak silat, tapi main pukulan," ujar Sanusi yang kerap disapa Babeh Uci di Graha Bhakti Budaya (26/01).
Tidak hanya itu di tiap wilayah memiliki keunikannya tersendiri dari main pukulan yang sudah ada sejak lama.
"Istimewanya di Betawi, tiap kampung mempunyai jurusnya sendiri-sendiri," tutur Babeh Uci
Ia menilai dengan adanya keberagaman maen pukulan ini perlu dibuatnya sekolah khusus silat.
"Bikin Sekolah Silat Indonesia. Silat beksi ada gurunya, silat cingkrik ada gurunya, mau belajar Mustika Kwitang ada gurunya. Jadi tiap wilayah ada, kita enggak kehilangan pencak, kalau mau bergerak jangan tanggung-tanggung," ujar Babeh Uci.
Walaupun demikian, Babeh Uci menilai yang terpenting dalam setiap individu adalah akhlaknya, bukan silatnya.
Ia pun siap membantu pemerintah dalam memberikan pengajaran silat kepada generasi penerus bila diberikan kesempatan.
"Kita yang udah tua-tua ini siap bantu pemerintah buat mengajarkan silat-silat. Kalau ada sekolah orang tua enggak mesti ke kampung-kampung dan tiap bulan udah pasti dapet gaji," tutur Babeh Uci dan disambut tawa audiens yang hadir.
Diskusi yang digagas Perkumpulan Betawi Kita dan Lembaga Kebudayaan Betawi itu pun menghasilkan rumusan untuk diadakan FGD lanjutan membahas pencak silat Betawi.Â
Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.
Advertisement