Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Dengan begitu, Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 mendatang menggunakan sistem proporsional terbuka.
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini pun mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi terhadap sistem pemilu proporsional tertutup.
Baca Juga
"Kami mengapresiasi dan menyambut gembira Putusan MK yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam pemilu legislatif. Putusan ini sejalan dengan semangat demokrasi yang mengokohkan kedaulatan rakyat," ujar Jazuli melalui keterangan tertulis, Jumat (16/6/2023).
Advertisement
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, putusan MK menebalkan dan mengokohkan konstitusionalitas sistem pemilu proporsional terbuka. Bahwa, kata Jazuli, sistem ini tidak bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945.
"Sistem terbuka menjadi jalan tengah yang elegan agar demokrasi berjalan baik untuk partai politik maupun untuk rakyat. Partai sebagai peserta pemilu didorong untuk menominasi calon-calon terbaik dan berkualitas untuk dipilih rakyat dalam kontestasi pemilu," terang dia.
Sejak awal, lanjut Jazuli, kami menegaskan tidak ada pertentangan antara kewenangan partai sebagai peserta pemilu dengan kedaulatan rakyat.
"Rakyat berhak dan bebas memilih calon-calon terbaik partai sehingga mereka benar-benar kenal calonnya, calon juga dekat dengan pemilihnya, dengan demikian terjalin relasi konstituensi atau perwakilan yang kuat antara rakyat dengan wakilnya di lembaga legislatif," pungkas Jazuli.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Hal itu disampaikan usai MK membacakan putusan terhadap uji materil sistem pemilu proporsional terbuka yang pemohon dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang 1945.
MK Tolak Sistem Pemilu Tertutup, Hakim Arief Hidayat Usulkan Proporsional Terbuka Terbatas
Meski uji materil ditolak, namun terdapat perbedaan pendapat hakim terhadap putusan tersebut, yakni datang dari Hakim Arief Hidayat.
Berdasarkan pernyataannya, Hakim Arief mengaku tidak sepenuhnya setuju dengan penolakan sistem pemilu dengan sistem prorporsional terbuka.
"Dissenting opinion, bahwa terhadap putusan MK a quo Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda dissenting opionion dengan pertimbangan," kata dia saat membacakan pendapatnya di Gedung MK Jakarta, Kamis 15 Juni 2023.
Menurut Hakim Arief sistem Pemilu proporsional terbuka harus dilihat dari perspektif ideologis filosofis, sosiologis dan yuridis.
Dia yakin, isu hukum mengenai sistem Pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka namun tidak berarti hal tersebut menghalangi mahkamah untuk menilai konstitusionalitasnya. Karena itu, penerapaannya setelah lima kali pemilu perlu dievaluasi.
"Setelah lima kali penyelenggaraan Pemilu, diperlukan evaluasi perbaikan dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah 4 kali diterapkan, yakni 2004, 2009, 2014 dan 2019,” tegas dia.
Karena itu, dia pun mengusulkan sistem Pemilu proporsional terbuka terbatas. "Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas itulah yang saya usulkan," kata Hakim Arief.
Dia melanjutkan, maka peralihan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan. Sebab dari perspektif filosofis dan sosiologis pelaksanaan sistem proporsional terbuka yang seama ini eksis ternyata didasarkan pada demokrasi yang rapuh.
"Karena para calon anggota legislatif bersaing tanpa etika, menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih masyarkat dan adanya potensi konflik yang tajam di masyarakat yang berbeda pilihan," kata Hakim Arief.
Advertisement
MK Tolak Proporsional Tertutup
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). MK memutuskan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK, Kamis 15 Juni 2023.
MK menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Anwar.
Pada putusan Mahkamah Konstitusi ini, terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim konstitusi.
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap sejumlah pasal di UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Pemohon menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai diterapkan pada Pemilu 2024.
Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.
Selanjutnya, sempat terdapat isu mengenai bocornya putusan MK terkait sistem pemilu.
Isu tersebut muncul ke permukaan akibat cuitan mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham) Denny Indrayana yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.