Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia datang ditemani oleh mantan Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri yang juga politikus PKB.
Cak Imin yang mengenakan kemeja putih dibalut jaket hitam ini tak memberikan keterangan apapun kepada awak media. Dia langsung masuk ke lobi KPK untuk menjalani pemeriksaan.
Menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Wakil Ketua DPR itu akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas tersangka Komisaris PT Sharleen Raya JECO Group Hong Arta (HA).
Advertisement
"Muhaimin Iskandar, saksi HA (Hong Arta) dalam kasus menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016," ujar Ali saat dikonfirmasi, Rabu (29/1/2020).
Pemeriksaan terhadap Muhaimin Iskandar merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan pada 19 November 2019. Saat itu Cak Imin mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK.
Tim penyidik lembaga antirasuah belakangan getol memanggil sejumlah politikus PKB terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, tim penyidik juga pernah memeriksa tiga politikus PKB Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tersangka
Dalam kasus ini, KPK menduga Hong Artha bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.
Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 diantaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.
Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka setahun silam, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha.
Kasus ini berawal dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti pada 13 Januari 2016.
Dalam kasus itu, Amran telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar.
Advertisement