Sukses

Kerjasama Diputus KLHK, WWF: Keputusan Tersebut Merugikan Reputasi

WWF tidak diberikan ruang komunikasi dan konsultasi langsung untuk melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat seperti yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama antar kedua lembaga.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Pembina dan Juru bicara Yayasan WWF Indonesia Kuntoro Mangkusubroto menyatakan, WWF Indonesia menyayangkan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengakhiri perjanjian kerja sama yang pernah menjadi kesepakatan antar keduanya.

Kuntoro menyebut, WWF tidak diberikan ruang komunikasi dan konsultasi langsung untuk melakukan musyawarah guna mencapai mufakat seperti yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama antar kedua lembaga.

"Keputusan sepihak ini merugikan reputasi WWF yang telah lebih dari 50 tahun berkiprah mendukung upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia," kata Kuntoro dalam keterangan tertulis yang dilansir dari wwf.id, Rabu (29/1/2020).

Meski demikian, WWF Indonesia menyatakan akan tetap terus beroperasi di Indonesia melanjutkan kiprah dan kontribusinya pada pelestarian sumber daya alam hayati dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Berdasarkan UU Nomor 32/2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yayasan WWF Indonesia sebagai bagian dari masyarakat sipil memiliki hak yang sama untuk bekerja dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

"Untuk memperjuangkan hal ini, kami mengutamakan terjadinya dialog dengan KLHK. Namun jika dibutuhkan kami juga mempertimbangan opsi langkah hukum," ucap dia.

Selain itu, WWF Indonesia akan melaksanakan keputusan pengakhiran PKS dan menyegerakan proses serah terima program kerja yang terdampak kepada KLHK, baik di tingkat nasional maupun di tingkat tapak atau di tingkat dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kami siap menjadi mitra kerja KLHK, selama masa transisi dan seterusnya, jika diminta,” ujarnya.

Dalam keterangannya, WWF Indonesia menyatakan tetap dan akan terus berkomitmen mendukung pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, WWF Indonesia juga menyatakan senantiasa siap bekerja sama dengan semua pihak demi terwujudnya alam Indonesia yang lestari.

Sebelumnya, Kementerian LHK dan WWF Indonesia melakukan kerjasama berdasarkan perjanjian kerjasama No. 188/DJ-VI/BINPROG/1998 tertanggal 13 Maret 1998 Jo MoU No CR/026/III/1998 atau telah berlangsung selama kurang lebih dua dekade.

Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memutus kerjasama dengan WWF Indonesia. Kerja sama anatar keduanya dinyatakan berakhir dan tidak berlaku sejak 5 Oktober 2019 karena adanya ketidaksesuaian antara hasil kerja WWF dengan target yang ingin dicapai pemerintah.

 

 

2 dari 3 halaman

Memutus Kerjasama

Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wiratno menjelaskan alasan pemerintah memutus kerjasama dengan WWF Indonesia. Menurut dia, ada ketidaksesuaian antara hasil kerja WWF dengan target yang ingin dicapai pemerintah.

Kementerian LHK dan WWF Indonesia melakukan kerjasama berdasarkan perjanjian kerjasama No. 188/DJ-VI/BINPROG/1998 tertanggal 13 Maret 1998 Jo MoU No CR/026/III/1998 atau telah berlangsung selama kurang lebih dua dekade.

"Permasalah kehutanan, baik itu terkait kebakaran hutan dan lahan (karhuta), restorasi konservasi dan keragaman hayati (kehati) perlu penyelesaian yang jelas dan terukur di lapangan. Masalah ini, tidak cukup diselesaikan hanya dengan sekedar pencitraan dengan mengundang artis atau public figure," kata Wiratno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (27/1/2020).

Menurut Wiratno, salah satu ketidaksesuaian target itu terkait kegagalan WWF Indonesia dan PT ABT menangani karhutla di konsesinya pada Agustus 2019. Konsesi ini merupakan areal konsesi restorasi ekosistem yang di antaranya berperan sebagai zona penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi yang memiliki luas 400 ribu hektare. Taman nasional ini merupakan salah satu habitat tersisa harimau dan gajah sumatera yang terancam punah.

"Karhutla di lahan konsesi PT ABT dan WWF Indonesia menjadi perhatian KLHK karena merupakan pengulangan kejadian yang sama pada 2015. Selain itu konsesi WWF tersebut merupakan satu-satunya konsesi restorasi ekosistem yang disegel oleh Kementerian LHK akibat karhutla,” lanjut Wiratno.

Menurut Wiratno, pemutusan kemitraan itu itu, tertuang dalam Keputusan Menteri LHK Nomor SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 tentang Akhir Kerja Sama Antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dengan Yayasan WWF Indonesia. Dari surat keputusan yang ditetapkan Menteri LHK Siti Nurbaya pada 10 Januari 2020 tersebut, ada tiga poin kerja sama yang dinyatakan berakhir.

""Paling lambat Desember 2019, WWF sudah harus menghentikan semua kegiatan fisik dan administrasi yang masih tersisa di lapangan," ungkap dia.

 

 

3 dari 3 halaman

Perjanjian Kerjasama

Dalam putusan itu disebutkan, pertama, perjanjian kerja sama antara KLHK c.q Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan Yayasan WWF Indonesia Nomor 188/DJ-VI/Binprog/1998 dan Nomor CR/026/III/1998 tanggal 13 Maret 1997 dan semua pelaksanaan kerja sama tersebut.

Kedua, semua perjanjian kerja sama antara KLHK yang melibatkan Yayasan WWF Indonesia. Ketiga, semua kegiatan Yayasan WWF Indonesia bersama pemerintah dan pemerintah daerah yang dalam ruang lingkup bidang tugas, urusan, dan kewenangan KLHK. Pada butir kedua di dalam surat tersebut dinyatakan keputusan yang diambil didasarkan pada hasil evaluasi KLHK.

Hasil evaluasi menyatakan, pertama, pelaksanaan kerja sama bidang konservasi dan kehutanan dengan dasar perjanjian kerja sama telah diperluas ruang lingkupnya oleh Yayasan WWF Indonesia. Kedua, kegiatan Yayasan WWF Indonesia dalam bidang perubahan iklim, penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, serta pengelolaan sampah di lapangan, tidak memiliki dasar hukum kerja sama yang sah.

Ketiga, KLHK menemukan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dan pelanggaran kerja lapangan serta melakukan klaim sepihak yang tidak sesuai fakta yang terjadi di lapangan pada tingkat yang sangat serius oleh Yayasan WWF Indonesia

Keempat, adanya pelanggaran terhadap substansi perjanjian kerja sama, di antaranya melalui serangkaian kampanye media sosial dan publikasi laporan yang tidak sesuai fakta yang dilakukan oleh manajemen Yayasan WWF Indonesia.

Menurut Wiratno, surat ini telah disampaikan kepada Yayasan WWF Indonesia secara tertulis. Adapun kerja sama antara Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan WWF Indonesia dinyatakan berakhir dan tidak berlaku sejak 5 Oktober 2019.

 

(Winda Nelfira)