Liputan6.com, Jakarta Luthfi Alfiandi, pemuda yang membawa bendera Merah Putih saat demo pelajar di sekitar Gedung DPR pada September 2019 lalu menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020). Dia dituntut hukuman empat bulan penjara.
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan bahwa Luthfi terbukti melanggar Pasal 218 KUHP tentang 'Kejahatan Terhadap Penguasa Umum' saat aksi demonstrasi menolak RUU KUHP dan RUU KPK.
Kuasa hukum Luthfi, Andris Basril menyatakan keberatan terhadap tuntutan jaksa dan meminta kliennya dibebaskan. Dia menyatakan bahwa apa yang didakwakan dan dituntut tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.
Advertisement
"Kami juga secara lisan sudah melakukan pembelaan. Jadi melakukan pledoi bahwa kita tidak sepakat dengan tuntutan itu, dengan pasal yang disangkakan, dengan tuntutan 4 bulan penjara," ucap Andris di PN Jakpus, Rabu (29/1/2020).
Sebelumnya, Luthfi Alfiandi, pemuda yang fotonya viral saat membawa bendera Merah Putih dalam demo pelajar di Gedung DPR September lalu duduk di kursi pesakitan. Dia didakwa pasal berlapis yakni Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 KUHP atau Pasal 170 ayat 1 KUHP atau Pasal 218 KUHP.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perjalanan Kasus Luthfi
Pasal 212 mengatur pidana bagi setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat yang menjalankan tugas dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun empat bulan. Pasal 214 ayat 1 berbunyi paksaan dan perlawanan berdasarkan Pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal 170 KUHP mengatur tentang kekerasan terhadap orang atau barang dengan ancaman beragam mulai dari maksimal 5 tahun enam bulan hingga 12 tahun, dan Pasal 218 KUHP mengatur mengenai barang siapa yang dengan sengaja tidak pergi setelah diperintah tiga kali, saat ada kerumunan. Keikutsertaan itu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan dua minggu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andri Saputra, sempat menjelaskan terlebih dahulu perkara ini hingga ke meja hijau. Menurutnya, Luthfi awalnya mengetahui demo di DPR dari akun Instagram yang saat itu muncul unggahan 'STM dan mahasiswa kembali berkumpul di jalan'. Luthfi kemudian dihubungi rekannya bernama Nandang untuk ikut demo di DPR.
"Lutfi yang merupakan pengangguran kemudian menyamar sebagai siswa STM dengan baju putih dan celana abu-abu saat mengikuti aksi unjuk rasa memprotes pembahasan RKUHP dan revisi UU KPK pada 30 September 2019," ujar jaksa saat membacakan berkas dakwaan di dalam ruangan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis (12/12/2020).
Luthfi lalu bergabung dengan para pendemo yang lainnya untuk rasa di depan gedung DPR / MPR RI. Aksi mereka ini dibubarkan oleh petugas keamanan pada pukul 18.30 WIB. Namun pada pukul 19.30 WIB, Luthfi dan sejumlah orang kembali mendatangi belakang gedung DPR.
"Mereka melakukan demo disertai penyerangan kepada kepolisian dengan melempar batu, botol air mineral, petasan, dan kembang api," katanya.
Jaksa melanjutkan, Luthfi disebut-sebut merusak fasilitas umum seperti pot bunga hingga pembatas jalan. Polisi memberi peringatan lebih dari tiga kali kepada massa untuk membubarkan diri dan tidak anarkis. Bahkan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Herry Kurniawan memerintahkan langsung agar pendemo bubar. Namun peringatan itu tak diindahkan Luthfi dan teman-temannya. Bahkan, massa semakin brutal melempar batu ke arah petugas keamanan.
"Terdakwa terus melempar ke arah polisi dengan botol air mineral, batu, dan petasan sehingga situasi semakin rusuh," ujarnya.
Massa baru bubar setelah petugas menyemprotkan air dan melepaskan gas air mata. Atas kejadian itu, petugas melakukan penyelidikan dan menangkap para pelaku, salah satunya Luthfi.
Reporter: Tri Yuniwati Lestari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement