Liputan6.com, Jakarta - Dua Sekjen DPD RI, yaitu Mantan Plt Sekjen DPD Tahun 2018 Ma’ruf Cahyono dan Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek atau Donny membantah keras kepemilikan rekening mantan Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang (OSO) di kasino seperti diisukan selama ini.
Karena isu itu terkait dengan kelembagaan DPD RI, maka Sekjen DPD RI yang bertanggungjawab terkait penggunaan uang negara tersebut.
"Bahwa pengelolaan uang DPD RI sebanyak 13 kali berturut-turut mendapat WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK," tegas Ma’ruf Cahyono didampingi Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek (Donny) pada wartawan di Media Center Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Advertisement
Menurut Ma’ruf, Oso sudah menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga isu itu perlu diluruskan. Apalagi penilaian WTP oleh BPK tersebut tak mudah, perlu kesesuaian akuntansi pemerintah, antara input dan outputnya harus ada semua.
"Disamping itu persoalan hukum soal keuangan negara, tak ada korelasinya dengan Pak OSO di kasino. Sehingga WTP diperoleh. Jadi, pemberitaan terkait negara yang mengarah pada fitnah ini sebaiknya dihentikan karena berpotensi menimbulkan distrust – ketidakpercayaan sekaligus mencederai lembaga negara," jelas Ma’ruf.
Moenek menambahkan, DPD selama ini sudah membangun transparansi anggaran dan penggunaan anggaran tersebut sesuai aturan perundang-undangan. Baik UU No.17 tahun 2013 maupun perbendaharaan negara yang lain.
"Keuangan DPD sudah dilakukan sesuai prosedur pengeluaran, rigit, detil, dan semua tertagih sesuai mekanisme rekening. Jadi, sama-sekali tak berdasar ada di kasino. Itu opini sesat karena tanpa data," tambahnya.
Selain itu kata Moenek, Pak OSO tak pernah menggunakan uang dari DPD untuk kepentingan pribadi. "Beliau justru sangat hati-hati, akuntabel, transparan, dan WTP itu penilaian tertinggi dari BPK atas penggunaan anggaran yang bisa dipertanggungjawabkan," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Khawatir Jadi Fitnah
Ma’ruf yang juga sekjen Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menjelaskan bahwa klarifikasi ini perlu disampaikan karena berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, personal nama pejabat DPD saat itu, maupun DPD secara kelembagaan.
Ia menjelaskan, OSO sebagai pejabat DPD selama ini telah menjalankan tugasnya sesuai konstitusi dan undang-undang (UU). Menurut Ma’ruf, UU itu tidak hanya menyangkut wewenang dan tugas, tetapi berkaitan kedudukan sebagai pejabat negara.
"Jadi, itu semua sudah dijalankan dengan sukses dan lancar," kata Ma’ruf dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Ia menambahkan berkaitan dengan kelembagaan DPD, diksi-diksi yang menyebut OSO selaku ketua DPD melakukan transaksi mencurigakan, persoalan kasino dan segala macam, itu merupakan diksi yang memiliki korelasi tidak baik.
"Yang pertama merugikan konstitusi dan hak hukum seorang pejabat negara. Kedua, harkat, martabat, serta marwah DPD. Karena itulah saya harus meluruskan," kata Ma'ruf.
Dia menjelaskan, tanggung jawab pengelolaan keuangan negara dan pengguna anggaran itu ada pada Sekjen. Menurut dia, DPD sudah 13 secara berturut-turut mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ma’ruf menjelaskan untuk mendapatkan predikat WTP bukanlah hal mudah bagi sebuah intansi pemerintah. Sebab, kata dia, ada proses yang panjang maupun sejumlah indikator yang ditetapkan BPK.
Misalnya terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, laporan sesuai standar akuntansi pemerintah, kecukupan dalam bukti, dan sistem pengendalian internal sehingga keuangan negara itu bisa dijalankan secara efektif.
Selain itu, kata Ma'ruf, tidak ada persoalan hukum yang menyangkut keuangan negara. Dia mengatakan, bahwa OSO sebagai pimpinan DPD saat itu memberikan arah kebijakan pengelolaan keuangan negara secara tepat, sehingga mendapatkan opini WTP dari BPK.
"Karena itu saya tegaskan kaitannya dengan pemberitaan tadi, tentu tidak ada korelasinya bahkan tidak ada seperti itu," kata Ma’ruf.
Menurut dia, pemberitaan seperti ini pada gilirannya tidak hanya menyangkut personal, tetapi juga pejabat negara maupun DPD secara kelembagaan. Karena itu, Ma’ruf menegaskan, sebaiknya dihentikan saja. "Tentu harus saya klarifikasi dan sebaiknya dihentikan," ujar Ma'ruf.
Lebih jauh ia menegaskan bahwa hal ini sangat penting dilakukan supaya masyarakat tidak menjadi distrust terhadap posisi lembaga negara yang telah berkinerja secara baik saat itu. Sebab, ujar Ma’ruf, kalau melihat diksi-diksi yang dilontarkan di media itu bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada lembaga menjadi berkurang.
"Bayangkan ada ketua DPD, lembaga DPD, transaksi mencurigakan, rekening mencurigakan, ada istilah kasino dan lainnya, ini akan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga dewan yang setidaknya telah berkiprah, berkontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita," kata dia.
Karena itu, Ma'ruf khawatir ini akan menjadi satu konsumsi publik, dan akan menjurus pada fitnah kepada lembaga DPD dan pembunuhan karakter terhadap seseorang.
"Saya khawatir kalau ini menjadi satu konsumsi publik dan tadi saya jelaskan kaitannya kelembagan DPD akan menjurus pada fitnah. Kedua, bagi personal pejabat negara tentu lebih bisa mengakibatkan pembunuhan karakter seseorang. Lebih baik harus ada keseimbangan dalam melakukan pemberitaan-pemberitaan itu," tambahnya.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menemukan ada beberapa kepala daerah yang diduga mencuci uang lewat kasino. Rupanya, dugaan pencucian uang oleh pejabat negara tak hanya terjadi di kalangan kepala daerah. PPATK juga menemukan seorang pejabat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2014-2019 yang disinyalir mencuci uang lewat kasino.
Advertisement