Liputan6.com, Jakarta Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM membantah menjadi kuasa hukum dari Rangga Sasana dari Sunda Empire. Mengingat STIH IBLAM bukan merupakan kantor advokat, melainkan sekolah hukum.
Ketua Yayasan STIH IBLAM Rahmat Dwi Putranto mengatakan, pihaknya keberatan jika dikaitkan dengan kasus yang menjerat Rangga dari Sunda Empire. Bahkan, dia menegaskan, STIH IBLAM tak ada afiliasi dengan Sunda Empire.
"Kami mengklarifikasi sekolah hukum IBLAM tidak ada afiliasi apapun dengan Sunda Empire. Kami bukan kuasa hukumnya Sunda Empire," kata Rahmat di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Advertisement
Dia menjelaskan, seorang terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan dari pengacara. Namun pendampingan itu hanya bisa diberikan oleh konsultan hukum, bukan sekolah hukum.
"Untuk menjadi pendamping hukum itu bukan sekolah, melainkan harus kantor hukum atau seorang advokat. Sekolah hukum itu bukan konsultan hukum. Itu pernyataan yang menyesatkan dan membahayakan kalau dibiarkan begitu saja," tegasnya.
Rahmat mengakui, salah satu dosen STIH IBLAM, Misbahul Huda memang menjadi kuasa hukum Rangga dari Sunda Empire. Namun hubungan tersebut tidak ada kaitannya dengan STIH IBLAM.
"Adapun kuasa hukumnya salah satu adalah dosen di kampus kami, tapi itu hubungan personal antara Pak Misbahul Huda dengan Sunda Empire. Tidak ada kaitan apapun dengan STIH IBLAM. Ini yang harus digarisbawahi," tutupnya
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Formulir Pendaftaran Beredar
Sebelumnya, sebuah selebaran surat formulir pendaftaran yang mengatasnamakan kelompok Sunda Empire terpantau beredar luas di media sosial. Pihak kepolisian menyebut sedang menelusuri kebenaran surat pendaftaran tersebut.
"Lagi kita cek," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Suhartiyono, Kamis (30/1/2020).
Surat kaleng tersebut diketahui mulai terpantau sejak Rabu (29/1/2020). Informasi dalam kop surat yang tersebar itu tercantum Sunda Empire.
Sedangkan pada bagian kolom pengisian terdapat biodata nama lengkap, nama samaran, nomor HP, tempat tanggal lahir, marga, golongan darah dan alamat.
Dalam formulir dicantumkan salah satu syarat yaitu pendaftar diharuskan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp5 juta. Selain itu pendaftar diminta melampirkan foto copy KTP, surat nikah dan SHM Tanah.
Mengenai keberadaan surat tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga menyatakan formulir bukan bagian dari batang bukti penyidik.
"Tidak termasuk sebagai barang bukti dalam penetapan tersangka," kata Saptono.
Dia menilai formulir tersebut kemungkinan disebar oleh pihak lain.
"Sampai dengan saat ini, penyidik belum menemukan formulir tersebut dan formulir bukan bagian dari barang bukti saat ekspos," tegasnya.
Advertisement