Liputan6.com, Jakarta - Sunda Empire belakangan namanya banyak diperbincangkan. Bagaimana tidak, mereka mengklaim dirinya sebagai kekaisaran bumi dan matahari.
Viralnya pertama kali diketahui dari akun Facebook Renny Khairani Miller yang mengunggah kegiatan Sunda Empire-Empire-Earth pada 9 Juli 2020.
Video tentang Sunda Empire-Earth Empire ini juga tak kalah bikin geger. Dalam video itu terlihat seorang pria yang mengaku sebagai Grand Prime Minister tengah memberikan pengarahan kepada anggota Sunda Empire-Earth Empire.
Advertisement
Polda Jawa Barat pun bergerak. Setelah memanggil mereka yang mengaku petinggi-petinggi Sunda Empire, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat menetapkan tiga tersangka.
Ketiganya adalah Nasri Banks, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga sebagai pelaku penyebaran informasi yang tidak benar atau kabar bohong.
Berikut fakta terbaru kasus Sunda Empire dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tetapkan 3 Tersangka
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat menetapkan tiga tersangka kelompok Sunda Empire. Ketiga tersangka yakni Nasri Banks, Rd Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga.
"Berdasarkan hasil keterangan ahli, dan alat bukti, penyidik berkesimpulan kasus ini memenuhi unsur pidana sesuai dengan Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang kitab undang-undang hukum terkait dengan dugaan penyebaran berita bohong," kata Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga.
Nasri Banks dan Ratna yang merupakan suami-istri ditangkap di Bandung. Sedangkan Rangga yang tinggal di Bekasi dijemput penyidik. Kini ketiganya berada di Mapolda Jabar.
Â
Advertisement
Lakukan Penyebaran Berita Bohong
Dalam keterangan yang digali penyidik Ditreskrimum Polda Jabar, Nasri Banks diketahui menjabat sebagai grand prime minister. Sedangkan Ratna selaku kaisar atau ibunda ratu agung. Adapun Rangga mengklaim petinggi di Sunda Empire.
Saptono menjelaskan, kasus Sunda Empire muncul ketika ramai diperbincangkan di media sosial. Kemudian salah seorang budayawan Sunda bernama M Ari Mulia melaporkan kelompok tersebut ke Polda Jabar.
"Pelapor menyampaikan bahwa terkait Sunda Empire ini, merupakan penyebaran berita bohong yang secara sengaja untuk menerbitkan keonaran di masyarakat atau sengaja menyebarkan berita tak pasti," ujar Saptono.
Atas laporan tersebut, penyidik melakukan proses penyelidikan denganmelakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Mulai dari saksi pelapor dari Universitas Pendidikan Indonesia, marketing Hotel Isola, tempat di mana Sunda Empire pernah berkegiatan.
"Selama 2019 mereka empat kali menggelar kegiatan," kata dia.
Selain itu, setelah dilakukan penelusuran ke Kesbangpol Jabar, Sunda Empire dinyatakan tidak pernah terdaftar.
"Kita juga sudah meminta keterangan saksi ahli sejarah dan budaya serta ahli pidana. Hasil keterangan ahli, dan alat bukti penyidik berkesimpulan kasus ini memenuhi unsur pidana," ucapnya.
Â
Anggotanya Wartawan hingga Pensiunan PNS
Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Hendra Suhartiyono menuturkan, Sunda Empire memiliki seribuan pengikut atau anggota. Keberadaan kelompok ini juga tersebar di beberapa daerah.
"Kalau enggak salah di Lampung dan Aceh sudah ada. Polisi di sana sudah mengambil tindakan juga. Mereka menggunakan nama yang sama juga, Sunda Empire dan pakai atribut yang sama," kata Hendra, Rabu, 29 Januari 2020.
Sedangkan, terkait latar belakang pekerjaan Nasri, Ratna, dan Rangga beragam. Berdasarkan laporan polisi, Nasri dan Ratna bekerja sebagai wartawan Global News Online serta tergabung di Alliance Press Internasional, yang tak jelas asal-usulnya.
"Profesinya macam-macam ya. Ada yang swasta, salah satunya ada dari pensiunan ASN," kata Hendra.
Â
Advertisement
Ancaman Hukuman
Hendra mengatakan, pihaknya tengah mengkaji penerapan Pasal 228 dan 229 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bagi kelompok Sunda Empire.
Saat ini, penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat menahan tiga tersangka dari Sunda Empire dengan sangkaan Pasal 14 dan 15 UU nomor 1 tahun 1946 perihal penyebaran informasi tidak benar atau kabar bohong. Adapun ancaman hukumannya mencapai 10 tahun penjara.
"Kalau kita lakukan gelar perkara kembali, saya akan kenakan pasal tambahan Pasal 228 dan 229 KUHP. Tapi untuk saat ini masih pakai yang awal dulu (Pasal 14 dan 15)," ucap Hendra.
Sebagaimana diketahui, Pasal 228 menyebutkan bahwa barangsiapa dengan sengaja memakai tanda perbedaan (kehormatan) atau melakukan perbuatan yang masuk jabatan yang tidak dipegangnya atau yang tiada boleh dijalankannya karena pemecatan sementara dari jabatan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
Sedangkan, Pasal 229 menerangkan, barangsiapa dengan sengaja memakai tanda kebesaran yang berhubungan dengan pangkat atau gelar yang tidak dimilikinya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Rp 4.500.
Terkait pemenuhan unsur kedua pasal tersebut, Hendra mengatakan, hal itu masih didalami pihaknya. Dalam berbagai kegiatannya kelompok Sunda Empire kerap menggunakan seragam mereka lengkap dengan berbagai atribut.
"Misalnya dia pakai emblem PBB, NATO, topi baret biru. Nah itu kan kita tanyain juga," terang dia.
Â
Formulir Pendaftaran Tersebar
Sebuah selebaran surat formulir pendaftaran yang mengatasnamakan kelompok Sunda Empire terpantau beredar luas di media sosial. Pihak kepolisian menyebut sedang menelusuri kebenaran surat pendaftaran tersebut.
"Lagi kita cek," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Suhartiyono, Kamis, 30 Januari 2020.
Surat kaleng tersebut diketahui mulai terpantau sejak Rabu, 29 Januari 2020. Informasi dalam kop surat yang tersebar itu tercantum Sunda Empire.
Sedangkan pada bagian kolom pengisian terdapat biodata nama lengkap, nama samaran, nomor HP, tempat tanggal lahir, marga, golongan darah dan alamat.
Dalam formulir dicantumkan salah satu syarat yaitu pendaftar diharuskan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp5 juta. Selain itu pendaftar diminta melampirkan foto copy KTP, surat nikah dan SHM Tanah.
Mengenai keberadaan surat tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga menyatakan formulir bukan bagian dari batang bukti penyidik.
"Tidak termasuk sebagai barang bukti dalam penetapan tersangka," kata Saptono.
Dia menilai formulir tersebut kemungkinan disebar oleh pihak lain.
"Sampai dengan saat ini, penyidik belum menemukan formulir tersebut dan formulir bukan bagian dari barang bukti saat ekspos," tegasnya.
Advertisement