Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menjelaskan soal adanya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tidak bertentangan dengan kaidah hukum anti korupsi.
Hal ini disampaikan saat memberikan keterangan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), terkait uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang salah satunya diajukan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo cs.
Baca Juga
Perwakilan pemerintah, yakni Staf Hukum dan HAM Agus Hariadi menjelaskan, dalam pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019, selain mengacu ke UUD 1945, juga berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi tahun 2003 atau Konvensi UNCAC.
Advertisement
"Sesuai ketentuan Konvensi UNCAC 2003, penambahan pada organ pemberantasan korupsi sebagai Dewan Pengawas (Dewas KPK) sebagaimana Bab 5 a, secara yuridis tidak bertentangan dengan kaidah hukum antikorupsi. Namun, sebagai wujud negara pihak mengevaluasi dan meningkatkan upaya pemberantasan korupsi," kata Agus di persidangan MK, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Dia menuturkan, Pemerintah dalam membentuk UU Nomor 19 tersebut, juga merujuk dalam perubahan UUD 1945, di mana tidak ada lagi adanya lembaga tertinggi negara, namun menjadi lembaga tinggi negara. Sehingga, menurutnya, tidak ada lagi kekuasaan yang bersifat absolut.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Disesuaikan dengan UUD 45
Dalam hal KPK, masih kata Agus, kekuataannya tidak lagi bersifat absolut. Tapi diarahkan sesuai UUD 1945.
"Sehingga secara kewenangan, KPK tidak lagi bersifat absolut. Namun, telah disesuaikan dalam penerapan sistem pemerintahan yang berlandaskan UUD 1945," tegas Agus.
Karena itu, masih kata dia, dalil para pemohon yang menyatakan pembentukan Dewan Pengawas melemahkan pemberantasan korupsi, adalah tidak berlandasan.
"Bahwa para pemohon mendalilkan para pembentukan Dewan Pengawas bertujuan untuk melemahkan pemberantasan korupsi, merupakan dalil dan tidak memiliki landasan secara yuridis dan konstitusional," pungkasnya.
Advertisement