Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI Purn Moeldoko menegaskan, keputusan atas rencana pemulangan WNI mantan anggota ISIS dari Suriah akan mempertimbangkan aspek untung dan ruginya.
"Kan sudah dijelaskan bahwa pemerintah belum menyiapkan kebijakan untuk itu," kata Moeldoko, usai diskusi publik bertajuk "Menghadapi Ketidak Pastian Global" di Jakarta, Rabu malam 5 Februari 2020, dilansir Antara.
Moeldoko menjelaskan, perlu adanya rapat terbatas untuk membahas wacana pemulangan WNI eks ISIS tersebut dengan mendengarkan keuntungan dan kerugian dari kebijakan yang diambil.
Advertisement
"Perlu ada rapat terbatas, semua pihak nanti akan didengarkan dengan baik. Untung ruginya seperti apa," kata mantan Panglima TNI tersebut.
Sebelumnya, Menteri Agama, Fachrul Razi, menyebut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bakal memulangkan 600 warga negara Indonesia yang tergabung dalam ISIS dari Timur Tengah.
Namun, Presiden RI Joko Widodo sampai saat ini menyatakan masih memperhitungkan plus minus terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS dari Timur Tengah.
"Sampai saat ini masih dalam proses pembahasan, dan nanti sebentar lagi kita akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses. Plus dan minusnya," kata Jokowi di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Kepala Negara menyatakan perlunya untuk menggelar rapat terbatas yang khusus membahas rencana tersebut. Menurut Presiden, semua yang terkait pemulangan WNI eks ISIS itu harus melalui perhitungan atau kalkulasi yang detail.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
ICMI Minta Pemerintah Cabut Paspor WNI Eks ISIS
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie angkat suara soal wacana pemulangan sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang pernah menjadi pengikut gerakan kelompok Islamic State Iraq Suriah (ISIS). Menurut Jimly, wacana itu perlu diantisipasi dengan mencabut paspor milik mereka terlebih dahulu.
"Saya sarankan cabut dulu paspornya, nanti urusan belakangan dia ingin kembali, kalau ingin kembali ada syaratnya termasuk tes," kata Jimly saat ditemui di Istana Wakil Presiden Indonesia, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
Wacana Pemulangan Eks ISIS, Komisi VIII: Mereka Sudah Bukan WNI Lagi Jimly menjelaskan, tes dimaksud adalah uji mental, kepribadian, dan psikologis. Tes ini dilakukan guna mengetahui apakah mereka membawa paham radikal atau hanya sebagai korban saja.
"Tes khusus itu untuk tindakan yang sifatnya mendidik, memang sebaiknya kalau terbukti harus ada pembinaan supaya dia sadar kesalahannya, ini satu hal serius ditangani pemerintah," jelas Jimly.
Advertisement