Sukses

KPI Ajak Warga Kritis Lewat Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa

Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah mengatakan, gerakan literasi ini bertujuan mengajak pemirsa untuk lebih kritis menanggapi pesan media.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meresmikan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) untuk menguatkan hak publik atas pengawasan dan peningkatan kualitas siaran televisi dan radio.

Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan yang merupakan penanggung jawab GLSP, Nuning Rodiyah mengatakan, gerakan ini bertujuan mengajak pemirsa untuk lebih kritis menanggapi pesan media melalui televisi dan radio.

"Apa yang disampaikan media itu tidaklah bebas nilai. Karenanya masyarakat harus punya keterampilan dalam mengonsumsi media. Sehingga tidak mudah terpengaruh jika muatan media yang hadir tidak sesuai dengan norma di tengah masyarakat," ujar Nuning.

Peresmian Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa ini dilakukan oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz lewat kegiatan Seminar Literasi Media di kampus Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Jawa Timur, Kamis, 6 Februari 2020.  

Gerakan ini digagas KPI sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang mengamanatkan KPI bersama masyarakat untuk melakukan literasi media. Literasi media akan dilaksanakan dalam berbagai format acara, seperti seminar, talkshow di televisi dan radio ataupun sosialisasi literasi media pada berbagai even publik.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tangkal Konten Negatif

Selain itu, KPI juga menggandeng pengelola televisi dan radio untuk ikut serta dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa. Misalnya dengan artis senior sekaligus sutradara sinetron Deddy Mizwar.

"Kehadiran Deddy Mizwar dalam Literasi Media ini sangat penting, untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa masih ada sinetron karya anak bangsa yang memiliki kualitas baik," ujar Nuning.  

Nuning menambahkan, dengan cara membekali masyarakat dengan keterampilan literasi, dapat menjadi salah satu cara melindungi bangsa ini dari konten-konten negatif seperti hoaks, hatespeech, pornografi dan kekerasan yang potensial turut hadir sebagai residu dari kemajuan teknologi.