Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan akan pemulangan WNI eks ISIS dari Suriah ke Indonesia terus muncul. Beberapa pihak menunjukkan sikap saling oposisi terkait wacana ini.
Tim khusus yang dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius masih memerlukan pendalaman yang panjang ihwal rencana pemulangan WNI eks ISIS itu. Salah satunya perlu mendengarkan berbagai pihak sebelum mengeksekusi suatu keputusan.
Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto mengatakan, hukum internasional memang tidak mengatur secara spesifik tentang pemulangan eks teroris ke tempat asalnya.
Advertisement
Namun, hukum ini melindungi anak-anak yang dinilai sebagai korban dari kasus terorisme. Ini juga berlaku untuk perempuan yang jadi korban.
"Kalau anak direkrut di medan konflik ini, secara hukum humanitarian dilihat sebagai victim atau korban. Sehingga kalau kita lihat sendiri bahwa anak-anak ini sebagai victim, jadi ada kewajiban bagi negara-negara bahwa mereka ini harus memberikan perlindungan," kata Andhika soal pemulangan WNI eks ISIS, Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Juni
Menko Polhukam Mahfud Md telah membentuk tim khusus untuk membahas soal pemulangan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi Foreign Terrorist Fighter (FTF) atau terduga teroris lintas-batas yang ada di Suriah. Tim ini menganalisis dua opsi terkait WNI tersebut, yakni akan dipulangkan atau tidak.
"Sudah ada rapat di sini, keputusannya ada dua alternatif. Satu akan dipulangkan, yang kedua tidak akan dipulangkan. Akan dipulangkan tentu saja karena mereka warga negara, tidak dipulangkan karena mereka melanggar hukum, haknya bisa dicabut," kata Mahfud Md di Kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2020).
Menurut dia, tim ini dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Suhardi Alius.
Tim khusus tersebut, lanjut dia, akan menjabarkan alasan dan risiko ketika WNI yang terkait terorisme itu dipulangkan atau tidak dalam draf tersebut.
"Satu, keputusan tidak dipulangkan, alasannya apa, risiko-risikonya apa, hubungan dengan negara lain bagaimana, di mana FTF itu berada. Yang kedua keputusan dipulangkan, alasannya apa, kemudian proses deradikalisasinya bagaimana, penetapannya nanti bagaimana, akan diatur semua," ujar Mahfud.
Mahfud menuturkan dua draf yang dibahas tim tersebut nantinya disampaikan ke Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk meminta masukan pada April 2020. Setelah itu, tim akan menyerahkannya ke Presiden Jokowi.
"Itu nanti kira-kira bulan Mei atau Juni sudah akan diputuskan. Cuma sampai hari ini masih dalam proses pembahasan di internal pemerintah," tutur Mahfud.
Dia juga melihat negara lain belum memutuskan akan memulangkan warganya yang terlibat kasus terorisme di Suriah atau tidak.Â
"(Negara lain) Belum ada yang akan memulangkan. Mereka merasa tidak aman kalau mereka pulang ke negara masing-masing. Sementara di negara tempat mereka sebagai teroris, itu juga mereka nggak nyaman ditinggali. tapi kan mereka punya hukum ya, jadi orang yang melakukan teror kan bisa saja terserah mereka, tapi kita sendiri belum final, masih membahas soal itu," pungkasnya.
Advertisement