Sukses

Pemerintah Diminta Punya Data Eks Kombatan ISIS Asal Indonesia

Perlu adanya tim yang bertugas untuk mengambil data para eks kombatan ISIS.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Terorisme, Ridlwan Habib mendorong pemerintah untuk memiliki data lengkap terkait WNI eks ISIS. Hingga saat ini, kata dia, data yang dimiliki Indonesia merupakan data yang diterima dari lembaga intelijen negara lain.

Karena itu, perlu adanya tim yang bertugas untuk mengambil data para eks kombatan ISIS. Mereka bisa saja diterjunkan ke kamp-kamp penampungan yang ada di luar negeri.

"Yang saya dengar 660 (eks kombatan ISIS) itu pun bukan data on the ground. Kita belum punya tim on the ground di kamp-kamp besar, kita belum punya. 660 itu dari mana? Dari intelijen dari Turki lapor ke Pejaten (Kantor Badan Intelijen Negara), 'Eh ada orang kamu, 600-an'," ungkapnya dalam diskusi bertajuk 'Menimbang Kombatan ISIS Pulang', di Jakarta, Minggu (9/2/2020).

Jika demikian, Indonesia bakal punya data yang lengkap terkait eks kombatan ISIS yang berasal dari tanah air. Tidak hanya soal data pribadinya, melainkan juga seputar keluarga yang ada di tanah air.

"Jadi jelas (misalnya) Aishah anaknya ini, berapa usianya. Asal mana. Keluarganya dimana. Sehingga kemudian jelas memang Pemerintah punya database yang riil dan keluarga mereka di Indonesia juga terdeteksi," kata Ridlwan.

Sebaliknya, bila tidak punya data komprehensif soal eks kombatan ISIS asal Indonesia, maka Indonesia akan cenderung meraba-raba. "Sekarang ini ada 47 tahanan yang ditahan di sana. 47 ini orang dewasa. Mereka sudah berperang di depan, mereka sudah belajar merakit bom. Ini sedang ditahan. Tapi lagi-lagi, bukan versi KBRI. Ini versi laporan asing, media internasional," tegas dia.

Pendataan tersebut, lanjut dia, memiliki beberapa tujuan. Secara politis, data ini bisa menjadi modal pemerintah ketika berhadapan dengan Parlemen.

"Pemerintah tidak boleh ketika dia harus lapor ke DPR tidak boleh mengatakan kami mendapatkan data dari ini. Tidak boleh. Pemerintah harus punya data yang firm," ujarnya.

Sementara dari sisi 'assessment treat', lanjutnya, Indonesia bisa memetakan level ancaman dari masing-masing eks kombatan ISIS tersebut.

"Kita tahu, di sana yang sudah bisa belajar bom berapa. Atau jangan-jangan di sana cuma penjaga dapur. Yang pemasak buat kombatan. Level bahayanya. Kalau satu orang bisa merakit bom dibandingkan juru masak tentu lebih berbahaya yang bisa merangkai (bom)," imbuhnya.

Sementara itu Ketua Komnas HAM Ahmad T. Damanik mengatakan pendataan atau profiling terhadap eks kombatan ISIS asal Indonesia memang perlu dilakukan. Hal ini berguna bagi Indonesia untuk memetakan profil eks kombatan yang saat ini tersebar di kamp-kamp di luar negeri.

"Data general dari 10.000 yang ada di kamp-kamp itu, menurut EU, 67 persen itu anak-anak di bawah 12 tahun. Yang kita punya berapa? Indonesia ini," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Perlakuan Berbeda

Berdasarkan data tersebut, tentu akan bermuara terhadap pendekatan yang terhadap masing-masing eks kombatan ISIS tersebut. "Dari profiling itu, perlakuannya berbeda. Kalau yang sudah di dalam tahanan mau pidana. Bisa nggak kita memantau," ungkapnya.

"Macam reinhard Sinaga, KBRI tetap memantau apakah dia mendapatkan fair trial. Ternyata benar fair trial," imbuhnya.

Dengan demikian, Indonesia bisa merancang jalur mitigasi yang dapat dilakukan terhadap masing-masing eks kombatan berdasarkan profiling yang telah dilakukan. "Ada yang mungkin dipulangkan kembali. (Tapi) bukan dipulangkan kembali atau tidak. Jalur mitigasi bisa berbeda satu kasus dengan kasus yang lain," urai dia.

"Yang penting standar dan norma hukum internasional hak asasi manusia dan regulasi nasional kita. Dengan demikian ada argumentasi hukum yang benar, sehingga kalau kita dipersoalkan, ini dia argumennya ini," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com