Sukses

Sebut Riset Harvard Mengada-ada, Menkes: Mereka Suruh ke Sini

Dia menegaskan, pemerintah tak pernah menutup-nutupi data tentang penyebaran virus asal Kota Wuhan, China itu.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Purwanto menilai penelitian ahli dari Universitas Harvard, Amerika Serikat yang memprediksi virus Corona sudah masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi terlalu mengada-ada.

Bahkan, Terawan menantang para ahli Harvard itu datang ke Indonesia untuk melihat dan meninjau langsung alat serta laboratorium pendeteksi virus Corona.

"Ya Harvard suruh ke sini-lah, saya buka pintunya untuk melihat. Jadi kita tidak ada yang ditutup. Amerika saya bilang lihat sendiri, dan itu alat yang dipakai alat dari Anda sendiri," kata Terawan di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).

Dia menegaskan, pemerintah tak pernah menutup-nutupi data tentang penyebaran virus asal Kota Wuhan, China itu. Terawan memastikan hingga kini virus Corona belum terdeteksi di Indonesia.

"Kit terus berdoa mudah-mudahan jangan ada mampir ke Indonesia," ucapnya.

Terawan menjelaskan, selama ini pihaknya telah melalukan pemeriksaan kesehatan yang ketat sesuai standar protokol. Untuk itu, dia menyebut prediksi tim ahli Harvard terlalu mengada-ada.

"Ya menurut saya kecurigaan itu mengada-ngada," tutur dia.

Sebuah studi yang dilakukan Harvard University menganalisis jumlah penumpang yang terbang dari Wuhan ke destinasi-destinasi di seluruh dunia. Studi tersebut menemukan bahwa jumlah kasus virus Corona yang teridentifikasi di Indonesia maupun di Kamboja angkanya di bawah perkiraan.

Studi yang dipublikasikan segera dengan tujuan meningkatkan pemahaman para peneliti mengenai wabah virus Corona 2019-nCoV itu belum di-review lebih lanjut, juga meningkatkan kekhawatiran bahwa kasus di dua negara tidak teridentfikasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Terkait Kondisi Iklim

Sementara itu, dilansir dari laman Channel News Asia, kecepatan persebaran virus Corona juga diduga memiliki keterkaitan dengan kondisi iklim suatu negara. Ada anggapan bahwa pola seasonal virus Corona baru bisa jadi serupa dengan infeksi influensa dan SARS. Kedua kasus tersebut turun drastis pada Mei ketika suhu cuaca di China menghangat.

Pada negara-negara dengan suhu serupa China dan AS, musim flu biasanya mulai Desember dan mencapai puncaknya pada Januari atau Februari dan menurun setelahnya. SARS berakhir pada 2003 ketika musim panas utara muncul.

Banyak penelitian terhadap virus Corona yang menyebabkan pilek bisa bertahan 30 kali lebih lama pada daerah dengan suhu 6 derajat Celsius dibandingkan dengan wilayah dengan suhu 20 derajat Celsius dan tingkat kelembapan tinggi.