Sukses

KPK Isyaratkan Jerat Tersangka Baru di Kasus Suap Komisioner KPU

Hal ini sekaligus merespons gugatan MAKI yang menyebut KPK telah menghentikan kasus suap terkait PAW anggota DPR RI Fraksi PDIP.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan bakal menjerat tersangka baru dalam kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Pernyataan ini disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri sekaligus merespons gugatan yang diajukan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam gugatannya, MAKI menyebut lembaga antirasuah telah menghentikan penyidikan kasus terkait penetapan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW) ini.

"KPK juga memberikan tanggapan terkait dalil yang diajukan oleh pemohon praperadilan yang pada prinsipnya bahwa memang tidak menutup kemungkinan bahwa adanya tersangka lain gitu, ya, selain dari empat yang telah ditetapkan sebelumnya," ujar Ali Fikri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (11/2/2020) malam.

Diketahui, KPK baru menjerat empat orang sebagai tersangka dalam kasus suap PAW anggota DPR Fraksi PDIP. Keempatnya yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, politikus PDIP Harun Masiku, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri.

Dalam gugatannya, MAKI meminta KPK menjerat Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah. Terkait Donny, Ali menampik pihaknya tidak menetapkan sebagai tersangka lantaran berprofesi sebagai advokat.

Ali menyatakan, sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat seseorang sebagai tersangka, Ali memastikan KPK tidak akan ragu menetapkan pihak tertentu sebagai tersangka.

"Tentu KPK membantah (tak menjerat karena Donny advokat) itu. Karena beberapa perkara yang ditangani KPK banyak perkara lain yang melibatkan advokat," kata Ali.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Gugatan MAKI

Dalam sidang gugatan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tim hukum KPK menilai MAKI tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam mengajukan permohonan a quo.

Atas dasar itu, lembaga antirasuah meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan yang diajukan MAKI atau setidaknya menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

"Dari bukti yang ada, tidak terdapat bukti bahwa MAKI telah dapat pengakuan dari Kementerian Hukum dan HAM untuk berstatus ormas berbadan hukum. Dengan demikian, hakim harus menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar tim hukum KPK Natalia Kristianto, di PN Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).