Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia memutuskan tidak memulangkan WNI eks ISIS atau yang pernah menjadi Foreign Terorists Fighter (FTF). Lalu bagaimana nasib anak-anak WNI eks ISIS ini?
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, jika memang ada anak-anak yang berada di lingkungan tersebut dan merupakan WNI, bisa dilaporkan ke pihak pemerintah Indonesia.
Baca Juga
"Ya kalau ada, ini silakan saja lapor. Ini enggak ada. Hanya ada laporan dari pihak luar, bukan dari Indonesia. Indonesia sendiri sudah mencari ke sana. Sumbernya juga tidak pernah langsung ketemu orangnya," kata Mahfud saat memberikan keterangan di kantornya, Rabu (12/2/2020).
Advertisement
Dia menuturkan, pihaknya hanya mendapatkan laporan dari pihak luar. Bahkan, yang terbaru dari Turki.
"Ya kita cuma ada laporan, anak sekian. Ini tadi baru ada laporan dari Turki anak sekian, perempuan sekian. Berapa ya, lima atau berapa gitu. Tapi enggak ada paspor, enggak ada apa-apa," tegas Mahfud.
Dia mengingatkan, teroris tidak akan dipulangkan. Kalau WNI biasa yang terlantar, akan diprioritaskan.
"Kalau WNI biasa yang terlantar pasti dipulangkan. Kalau teroris pasti pasti tidaklah. Yang sudah gabung dengan teroris mau dipulangkan untuk apa? Malah kamu nanti yang berbahaya di sini. Tetapi kalau memang ada orang terlantar dan itu bukan teroris, pasti dilindungi oleh negara," tegas Mahfud.
"Ini yang kita katakan bahwa ini FTF, tidak menyebut WNI apa WNI yang FTF. Itu fighter, kombatan. Jadi ini yang tidak dipulangkan itu FTF. Bukan orang-orang di luar negeri. Kalau orang di luar negeri tidak teroris ya lapor aja ke kedutaan. Kalau bukan teroris, kalau teroris ndak. FTF kan itu, dan sudah membakar paspor, bahkan nantang-nantang itu masa" lanjut dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
3 Pertimbangan
Menurut dia, pemerintah sudah yakin dengan keputusan yang diambil. Dia mengatakan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan tiga hal.
"Jadi pemerintah itu kemarin keputusannya tiga kata saja. Satu, menjamin rasa aman dan nyaman bagi 267 (juta) warga negara yang hidup di Indonesia. Harus dilindungi negara, tidak boleh ada teroris. Yang kedua, tidak memulangkan fighter kombatan, yang tergabung dalam FTF di berbagai negara," tukasnya.
"Yang ketiga, mendata. Karena mendatanya ini kan dari lembaga-lembaga internasional. Datanya itu tidak terindentifikasi jumlah sekian, ini sekian," pungkas Mahfud.
Advertisement