Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya memperlihatkan hasil penangkapan terhadap sindikat mafia tanah, dengan modus beragam. Dalam rilis yang diungkapkan bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertahanan Nasional tersebut, memperlihatkan modus sindikat menggunakan sertifikat palsu dan KTP Elektronik ilegal, yang seolah-olah akan membei rumah mewah.
Adapun rilis tersebut, disampaikan bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertahanan Nasional.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Nana Sudjana mengatakan, total ada 10 tersangka dalam kasus yang terjadi 19 Januari 2019.
Advertisement
"Para tersangka ada 10 orang. Satu sindikat. Sudah ditangkap dan ditahan sebanyak 7 orang. Satu orang masih jalani hukuman di Rutan Cipinang, 2 orang masih DPO," kata Nana di bilangan Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).
Dia menuturkan, modus sindikat mafia tanah ini mencari korban yang hendak menjual rumah mewah. Para tersangka sudah menyiapkan calon pembeli, serta notaris fiktif.
Hal ini membuat korban menaruh sertifikat asli untuk dicek ke notaris fiktif tersebut, kemudian dipalsukan. Sertifikat palsu itu kemudian diserahkan kepada korban. "Mereka menyiapkan untuk memalsukan sertifikat," jelas Nana.
Selain itu, masih kata dia, sindikat tersebut membuat KTP elektronik ilegal di Dukcapil Pamulang, di mana tersangka yang melakukan ini adalah oknum honorer di sana.
Mereka lantas membuat KTP berdasarkan data dari sertifikat tanah asli tersebut. Kemudian menjaminkan sertifikat tersebut ke pihak lain, dengan harga di bawah pasaran.
"Mereka buat KK, NPWP, dan rekening bank untuk menampung hasil kejahatan," tutur Nana.
Dia menuturkan, dari hasil kejahatan tersebut, dengan sertifikat palsu dan KTP ilegal, sindikat itu berhasil meraih keuntungan mencapai Rp 11 Miliar lebih, yang didapat dari pihak atau seseorang yang menjadi korban mereka sebagai penjamin.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Diketahui Palsu
Nana menyebut korban baru tersadar kalau dokumen asli dipalsukan, ketika ada orang di bulan September, ada pembeli yang asli, dan kemudian dari pihak BPN menyatakan dokumen sertifikat yang dimiliki adalah palsu.
"Korban langsung lapor ke Polisi. Kerugian pun sekitar total Rp 85 miliar. Rp 70 miliar dari (korban) pemilik rumah dan Rp 11 miliar dari yang memberikan pinjaman dengan jaminan sertifikat itu," jelas Nana.
Sementara Menteri ATR Sofyan Djalil memastikan, pihaknya akan segera mengatasi permasalahan sengketa tanah. "Sehingga hak-hak masyarakat bisa terlindungi," pungkasnya.
Advertisement