Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi hukum DPR RI Arsul Sani menilai tak ada salah ketik dalam draf Rancangan Undang-undang Cipta Kerja.
"Saya kira tidak salah ketiklah, sebab kalau salah ketik itu misalnya harusnya katanya ada menjadi tidak ada, itu menjadi salah ketik. Atau harusnya bisa menjadi tidak bisa atau seharus tidak bisa tapi terketik bisa, nah itu salah ketik," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (19/2/2020).
Ia menyebut apabila kesalahan sepanjang kalimat apalagi berupa ayat dalam pasal, maka hal itu bukan sebuah salah ketik.
Advertisement
"Tetapi kalau dalam satu kalimat saya kira apalagi itu ada dua ayat yang terkait dengan itu paling tidak itu nggak salah ketiklah," ucapnya.
Meski demikian, Wakil Ketua MPR itu menilai tidak perlu dipersoalkam mengenai kesalahan dalam draf tersebut. Sebab itu masih rancangan.
"Ya kan ini kan RUU inisiatif pemerintah, naskah akademik dan isi RUU-nya kan memang pemerintah yang menyusun termasuk kontroversi misalnya teman serikat pekerja tidak dilibatkan, tapi menurut saya sudahlah yang begtu nggak usah kita persoalkan, kita kan melihatnya ke depan," katanya.
"Yang paling penting, adalah nanti elemen masyrakat yang berkepentingan yang akan terpengaruh atau terdampak dengan RUU itu kalau menjadi undang-undang ya nanti kita dengarkan saja di masyarakat. Sangat bisa (diubah) , bukan dihapus barangkali nanti kita ubah," lanjut Arsul.
Â
Menkum HAM Sebut Ada Salah Ketik
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku ada salah ketik dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Salah ketik yang dimaksud adalah soal Presiden berwenang mengubah Undang-Undang melalui Peraturan Pemerintah (PP).
"Ya ya. Enggak bisa dong PP melawan undang undang. Peraturan perundang undangan itu," kata Yasonna di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin 17 Februari 2020.
Menurut Yasonna, yang bisa diubah menggunakan PP dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Peraturan Daerah (Perda). Dalam artian, Perda tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan PP.
"Kalau bertentangan, kita cabutnya tidak melalui eksekutif review seperti dulu. Kalau dulu Kemendagri membuat eksekutif review kemudian melalui keputusan Mendagri dibatalin, tidak bisa. Harus melalui misalnya, Perda itu kan produk perundang-undangan. Di atasnya ada Perpres di atasnya ada PP. Undang undang nanti setelah kita lihat peraturan ini ya pembatalannya melalui peraturan perundang-undangan di atasnya," sambungnya.
Yasonna mengatakan, tidak perlu ada revisi ulang terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab, perbaikan tersebut akan dibahas di DPR.
"Nanti di DPR akan diperbaiki. Itu hal teknis," kata Yasonna.
Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja Bab XIII Pasal 170 Ayat 1, disebutkan jika dalam rangka percepatan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) berdasarkan Undang-undang ini pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-undang yang tidak diubah dalam Undang-undang ini.
Selanjutnya, dalam ayat (2) diperjelas bahwa Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam ayat (3) disebutkan bahwa Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Advertisement