Sukses

Dinonaktifkan Rektor, Dosen Unnes Lapor Mendikbud

Sampai saat ini, Dosen Unnes itu menyampaikan bahwa belum ada tanggapan dari pihak Kemendikbud.

Liputan6.com, Jakarta - Dosen Universitas Negeri Semarang atau Unnes yang dinonaktifkan sepihak oleh pihak kampus, Sucipto Hadi Purnomo telah mengadukan kasusnya ke pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Ini saya tempuh dulu keberatan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Karena secara administratif begitu, tetapi saya berharap bahwa jika ada pemeriksaan, pemeriksaan itu dilakukan secara imparsial," kata Sucipto kepada Liputan6.com, Rabu (19/2/2020).

Dia melihat ada indikasi yang mengarahkan ke kejanggalan akan penonaktifan dirinya. Mengingat sebelumnya ia juga pernah diperiksa pihak kampus ihwal status di Facebook-nya itu. Saat itu, pihak kampus belum ada pembahasan substansial mengenai pernyataan dirinya di media sosial, akan tetapi kampus langsung memberinya sanksi.

"Alasnya mulai dari SK kemudian yang dituliskan oleh Humas, kalau Humas kan menekan kalau saya itu melakukan penghinaan terhadap presiden," beber dia.

Sucipto menerangkan, saat pemeriksaan pertama dirinya sesaat setelah mengunggah status tersebut, agenda pemeriksaan kala itu adalah mengenai unggahannya. Unggahannya dituding melanggar prinsip netralitas ASN. Selain itu, pemeriksaan dirinya juga terkait keterlibatan ia dalam tim evakuasi kinerja akademik (Tim Eka).

"Tugasnya adalah melakukan pemeriksaan perguruan tinggi bermasalah dari seluruh Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah memeriksa dugaan adanya plagiat," ucapnya.

Namun saat pemeriksaan tersebut, Sucipto menjelaskan bahwa belum ada pembahasan mengenai subtansi pemeriksaan, Dosen Unnes langsung diberikan sanksi berupa penonaktifan tanpa alasan yang kuat.

Sampai saat ini, dia menyampaikan bahwa belum ada tanggapan dari pihak Kemendikbud. Hal ini cukup beralasan, mengingat dirinya baru mengirim nota keberatan tersebut kepada Mendikbud, Nadiem Makarim.

"Baru meluncur " tandasnya.

Sementara itu, pihak Kemendikbud yang membawahi perguruan tinggi, Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Nizam saat dihubungi Liputan6.com sampai saat ini belum bisa memberikan tanggapannya ihwal masalah tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Disesalkan Ombudsman

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Suaedy menilai pemberhentian dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sucipto Hadi Puronomo oleh rektornya dianggap kurang tepat.

"Ya itu seharusnya menjadi bagian dari kebebasan akademik. Kecuali jika terbukti itu hoax yang melanggar hukum," tegas dia kala dihubungi Liputan6.com, Rabu (19/2/2020).

Suaedy menilai, apa yang dilakukan Rektor Unnes, Fathur Rokhman itu suatu tindakan yabg bernafaskan otoritarianisme. "Kalau tidak dibuktikan dulu (lewat hukum) ya salah, otoriter," tegasnya kembali.

Sebelumnya diketahui, Doktor Sucipto Hadi Purnomo sendiri sudah menghasilkan banyak buku dan esai. Sebelumnya ia menjadi redaktur budaya Bahasa Jawa dalam rubrik Sang Pamomong di Suara Merdeka.

Ia dikenal sebagai sosok yang sangat anti plagiarisme. Bahkan diketahui ia pernah menjadi saksi kasus plagiarisme karya ilmiah yang diduga dilakukan oleh Rektor Unnes Fathur Rokhman.

"Diduga karena saya pernah diminta menjadi saksi dalam kasus yang dilaporkan oleh pimpinan Unnes ini ke Polda Jawa Tengah," kata Sucipto.

Saat itu pimpinan Unnes pernah melaporkan seseorang ke polisi yang diduga telah mengungkap dugaan plagiarisme yang dilakukan rektor.

Sanksi penonaktifan Sucipto ini jelas menyisakan tanda tanya besar mengenai latar belakangnya. Karena bersaksi dalam pengungkapan plagiarisme ataukah penghinaan kepada Jokowi.

Sementara itu, Ahmad Suaedy membeberkan bahwa sebelumnya pihaknya telah melaporkan masalah tersebut kepada pihak Unnes dan Kemenristekdikti, kala perguruan tinggi dibawah naungan kementerian tersebut.

Menurut dia, sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Pihaknya mengira bahwa hal itu karena sendang menunggu hasil dari tim investigasi Universitas Gadjah Mada, almamater tempat Fathur Rokhman memperoleh gelar doktoralnya.

"Dokumen kami tidak bisa keluar (sampaikan). Tapi anda bisa cari berita tentang itu," jelas dia.

Penelitian mengenai Gus Dur itu justru tidak terlalu menitikberatkan dugaan prilaku tercela dalam ranah ilmiah tersebut. Ia justru mengaku khawatir dengan kebebasan akademik di perguruan tinggi yang berdiri di Gunung Pati tersebut.

"Masalahnya sekarang bukan soal plagiarisme, tetapi soal kebebasan akademik di Unnes," kata dia.

Suaedy sendiri pada mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Mengingat belum adanya laporan kepada pihaknya ihwal kejadian tersebut.

"Tidak ada laporan. Kami tidak bisa menanggapi," katanya.

"Terserah dia (mau melaporkan ke Ombudsman atau tidak). Karena belum tentu ada maladmimistrasi," lanjut dia mengakhiri.

Dikeluarkan Gara-gara Diduga Kritik Jokowi

Doktor Sucipto Hadi Purnomo, pengajar di Universitas Negeri Semarang (Unnes) tiba-tiba dinonaktifkan sebagai dosen. Dosen Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni ini dianggap melakukan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo lewat akun media sosial Facebook.

Sucipto dinonaktifkan mulai 12 Februari 2020 melalui Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020. Alasan penonaktifan adalah agar bisa fokus menjalani pemeriksaan.Atas hal ini, Sucipto menjelaskan atas sanksi yang diterimanya. Semua berawal dari surat panggilan rektorat untuk menjadi saksi atas kasus dugaan plagiasi di Unnes dengan terlapor FR.

"Selasa, 11 Februari 2020 kemarin, saya dipanggil dan diperiksa. Saya tanya pemeriksaannya apa, ada SOP-nya enggak? Salah satunya saya dimintai keterangan terkait perkara tentang dugaan plagiasi saudara FR," kata Sucipto.

Sucipto lalu dijadwalkan diperiksa lanjutan di hari berikutnya. Namun pemeriksaan belum terjadi, ia sudah diskors.

"Pada Rabu, 12 Februari 2020 saya mendapat kabar kalau kampus menskors saya. Disampaikan ke saya Jumat, 14 Februari 2020. Saya kaget, ini kenapa ambil langkahnya cepat sekali," kata Sucipto.

Sucipto kemudian meminta penjelasan. Rektorat Unnes menyampaikan bahwa postingan di akun Facebook miliknya dianggap menghina Presiden Jokowi. Dalam unggahan pada 10 Juni 2019, Sucipto menulis Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?

Postingan itu menurut Sucipto, tidak mempersoalkan apapun. Dan sebagai masyarakat akademik, ia mengajak Rektor Unnes untuk menggelar debat terbuka, membedah kalimat di media sosial itu.

"Ini kan masyarakat akademik, kenapa tidak dibuat saja debat terbuka dengan menghadirkan ahli bahasa juga ahli politik,” kata Cipto.

Sementara itu Rektor Unnes Fathur Rohman menyampaikan bahwa kampusnya sangat tegas terhadap postingan di media sosial yang diunggah dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa. Apalagi jika postingan tersebut berisi penghinaan terhadap symbol negara.

“Pasal 218 ayat 1 RKHUP menyatakan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dapat dikenakan dipidana,” katanya.

Ujaran kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Sanksi itu menurutnya merupakan upaya Unnes melaksanakan tugas pokok Tridharma perguruan tinggi. Dalam hal ini adalah peran dalam meneguhkan peradaban bangsa Indonsia.

"Kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden berarti yang bersangkutan tidak beradab,” kata Fathur Rohman.

Video Terkini