Liputan6.com, Jakarta Penyelenggaraan Formula E yang akan melewati kawasan Monas sempat menuai kritik dari berbagai pihak. Mulai dari pelarangan lintasan hingga pada akhirnya diberi izin untuk menjadi area perlintasan.
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Dwi Wahyu Daryoto, menjawab soal perkembangan penyelenggaraan Formula E baru-baru ini, dengan bertambahnya barrier.
Advertisement
Baca Juga
"Kita lagi rapat koordinasi mengenai izin-izin dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Nanti juga kita akan melakukan koordinasi dengan Kapolda untuk rekayasa lalu lintasnya, sudah direncanakan nanti akan melakukan pengaspalan," ujar Wahyu di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Rabu, 19 Februari 2020.Â
Untuk rentang waktu pengaspalan, kata Wahyu, kurang lebih dilakukan dalam sebulan, dan pengaspalan paling lambat akan selesai sebelum event.
"Aspal itu bagusnya dilalui sama kendaraan lain dulu. Tujuannya adalah agar aspal lebih kuat dan lebih menempel. Pada hari H, agar tidak ngelotok ketika mobil Formula E lewat. Warga biasa juga bisa merasakan perbedaan aspal untuk mobil balap itu begini," ujar Wahyu.
Berbagai pihak telah bersikap untuk menghentikan pengaspalan untuk ajang balap Formula E di kawasan Monumen Nasional (Monas) yang merupakan salah satu cagar budaya yang dilindungi. Sebab, pengaspalan dianggap akan merusak kawasan cagar budaya yang dilindungi.
"Sedikit bercanda ya, saya enggak ngaspal Monas loh. Hanya saja bangunan cagar budaya adalah Monasnya. Kawasan Medan Merdeka itu kawasan cagar budaya. Sekarang kan yang penting, bagaimana kita memanfaatkan cagar budaya itu," kata Wahyu.
Ia memcoba memberi perumpamaan dengan acara yang dibuat di kawasan cagar budaya, seperti Borobudur, Prambanan, yang dibuat untuk acara jazz.
"'Apakah merusak bangunannya?’ Terus katanya kami merusak tanah, masa kami enggak boleh memanfaatkan tanahnya, buktinya di situ dulu ada SPBG, ada Lenggang Jakarta," ujar Wahyu.
Soal pengaspalan jalan di kawasan Medan Merdeka, menurut Wahyu, itu adalah hal yang normal.
"Bahkan ada cobble stone. Apakah cobble stone akan diangkat? Rencananya sih enggak, jadi kami aspal di atas cobble stone. Di bawah cobble stone itu ada beton, dan itu yang bangun Pembangunan Jaya, kita sudah konfirmasi ke Pembangunan Jaya. Tapi kalo di atasnya cobble stone, mestinya sih beton padet yang ada di bawahnya," tutur Wahyu.
Wahyu mengatakan, Jakpro tetap melakukan studi, bagaimana koefisiensi daya peresapannya? Apakah betonnya benar-benar tidak bisa meresap? Kadang-kadang ada juga beton yang masih bisa meresap.
Wahyu menjelaskan bahwa cobble stone tidak dilindungi dan hanya bangunan Monas saja yang menjadi cagar budaya.
"Komisi pengarah sudah mengeluarkan rekomendasi untuk memanfaatkan kawasan Medan Merdeka. Kawasan merdeka meliputi kawasan barat, selatan, timur dan utara yang di dalamnya terdapat Monas," ujar Wahyu.
Terkait keputusan aspal akan dilepas kembali, Wahyu menyerahkan kembali dan menunggu keputusan dari pemerintah.
"Tergantung, kalau boleh untuk tidak dilepas. Maka nantinya jalan akan sangat berguna bagi teman-teman difabel yang berkunjung di Monas. Kaum difabel untuk menyebrang dari jalan ke jalan akan nyaman," tuturnya.
(Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ)