Sukses

Ribuan Rumah di Green Citayam Bogor Bakal Dibongkar, Bagaimana Nasib Konsumen?

Humas PN Cibinong Ben Ronald Situmorang membenarkan upaya eksekusi lahan seluas 50 hektar yang kini dijadikan perumahan. Ia memastikan persiapan atas eksekusi telah dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Cibinong akan mengeksekusi ribuan rumah dan ruko di perumahan Green Citayam City (GCC), Bogor, Jawa Barat. Eksekusi berdasarkan amar putusan Mahkamah Agung (MA) No 2682 K/PDT/2019 pada 4 Oktober 2019.

Dalam perkara ini, PT Tjitajam memenangkan gugatan terkait penyerobotan lahan miliknya oleh PT Green Construction City (GCC) selaku pengembang perumahan Green Citayam City di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojong Gede.

Humas PN Cibinong Ben Ronald Situmorang membenarkan upaya eksekusi lahan seluas 50 hektar yang kini dijadikan perumahan. Ia memastikan persiapan atas eksekusi telah dilakukan.

"Kemarin sudah rapat koordinasi terkait putusan itu. Rakor ini berkaitan dengan laporan situasi keamanan terkini di tempat objek perkara," kata Ben (19/2/2020).

Namun demikian, pihak jurusita belum bisa menentukan jadwal pelaksanaan eksekusi lahan yang di dalamnya terdapat sekitar 3.000 unit rumah dan ruko. Untuk eksekusi, pihaknya tentu melibatkan TNI/Polri dan pemerintah daerah atau Satpol PP.

"Waktunya belum ditentukan karena masih identifikasi. Kabarnya ada yang sudah mendiami rumah di situ," terang Ben.

Dalam eksekusi tersebut, seluruh bangunan di atas lahan yang dikuasai PT GCC akan diratakan dengan tanah. Dari informasi yang dihimpun, dari 3.000 bangunan, sejauh ini sudah ada sekitar 600 orang yang telah meneken akad kredit dengan BTN untuk pembelian rumah di GCC. Dari sejumlah itu, sekitar 300 orang sudah menempati rumah yang terbangun.

Yus Sudarso salah satu konsumen Green Citayam City mengaku kecewa dengan pengembang perumahan PT GCC. Sebab perumahan yang bakal ia tempati ternyata bermasalah dan akan dieksekusi oleh pengadilan.

"Saya berharap pengembang dan pihak bank bertanggung jawab mengembalikan uang kami," kata Yos.

Yos mengaku sudah membayar booking fee dan down payment (DP) sebesar Rp 20 juta pada 2015. Namun sampai saat ini belum juga dilakukan akad kredit.

"Lalu saya malah diminta bayar kelebihan tanah, ya saya gak mau, akad aja belum. Yang lain (konsumen) juga banyak begini," terangnya.

Tak hanya Yos, puluhan warga yang sudah menempati perumahan tersebut kini mulai resah. Pasalnya, PN Cibinong dalam waktu dekat akan mengeksekusi perumahan tersebut sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Agung terkait kasus penyerobotan tanah PT Tjitajam yang dijadikan Perumahan Green Citayam City.

 

2 dari 2 halaman

Siap Bantu Konsumen

Reynold Thonak, kuasa hukum PT Tjitajam, pemilik sah atas lahan yang diserobot dan dijadikan lokasi perumahan GCC mengungkapkan, kasus Perumahan Green Citayam City ada pihak yang mengatasnamakan pengurus PT Tjitajam dan pemegang saham.

"Pihak yang mengaku-aku sebagai pengurus perseroan dan pemegang saham ini menduplikasi dokumen dan penerbitan akta-akta dengan cara tidak sah," terangnya.

Kliennya sudah dinyatakan sebagai PT Tjitajam yang sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada putusannya pada 1999 yakni Putusan Nomor: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim tanggal 27 April 2000 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde). Namun ternyata upaya penguasaan atas perusahaan masih berlanjut, salah satunya dalam kasus Green Citayam City ini.

Terkait kasus perumahaan ini, pihaknya merasa dirugikan karena asetnya tiba-tiba menjadi lokasi proyek perumahan dengan modal penggunaan sertifikat pengganti. Padahal lokasi tersebut salah satu aset yang sedang diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam Perkara Nomor: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim.

Soal nasib konsumen yang tertipu oleh pengembang sehingga terancam kehilangan rumah, Reynold mengaku siap membantu konsumen berupa konsultasi hukum.

"Motivasinya adalah kemanusiaan untuk membantu konsumen, karena kami sama-sama dizalimi," ujar Reynold.

Ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh konsumen GCC. Konsumen yang mengambil kredit melalui BTN, bisa mengajukan gugatan perdata dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Dalam hal ini BTN digugat sebagai pihak yang memfasilitasi pembiayaan atas kegiatan yang tidak sah. "Dengan putusan MA itu, perjanjian kredit batal demi hukum,” jelasnya.

Adapun konsumen yang langsung transaksi dengan pengembang bisa melalui mekanisme kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ini untuk transaksi seperti pembayaran penambahan luas tanah.

Selain siap memberikan konsultasi hukum bagi konsumen, pihak PT Tjitajam juga menyiapkan solusi bagi konsumen yang kehilangan rumah.

“Saat ini kami tengah memikirkan langkah-langkah yang bijak untuk konsumen. Kemungkinan memindahkan konsumen itu ke lokasi lain milik klien kami," kata Reynold.