Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan duka mendalam bagi para korban dan keluarganya atas musibah yang menimpa ratusan siswa SMPN 1 Turi yang hanyut di Sungai Sempor, Sleman.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyayangkan pihak sekolah yang ceroboh, karena tidak menghitung secara masak faktor risiko kegiatan susur sungai di saat musim penghujan dengan kondisi cuaca ekstrem, bahkan diduga kuat mengabaikan peringatan BMKG.
"Menyayangkan pihak sekolah yang diduga ceroboh. Seharusnya, karena anak-anak yang akan mengikuti kepramukaan susur sungai berada di alam yang memiliki kondisi yang sering tak terduga, maka guru dan pelatih harusnya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai," kata Retno dalam keterangannya, Sabtu (22/2/2020).
Advertisement
Dia menyebut, seharusnya guru dan pelatih melakukan survei sebelumnya, termasuk mempertimbangkan kondisi cuaca, jalur evakuasi, kemudahan naik dan turun ke badan sungai, termasuk debit sungainya.
"Perlindungan anak dan keselamatan anak-anak harus menjadi faktor utama dan pertama yang dipertimbangkan dan diperhatikan," tegasnya.
KPAI memandang bahwa kegiatan susur sungai bagi anak SMP tidak tepat, apalagi di musim penghujan seperti saat ini. Karena idealnya susur sungai dilakukan oleh orang-orang dewasa, anak dan remaja tidak boleh susur sungai. Orang dewasa yang dimaksud adalah mereka yang telah memiliki keterampilan.
"Bagi anak dan remaja, susur sungai bisa dilakukan di luar (aliran) sungai, tidak jalan-jalan di dalam (aliran) sungai, sebab kegiatan ini berisiko tinggi dan hanya diperkenankan dilakukan orang yang terlatih dan terbiasa," ucapnya.
Sebagai Rekomendasi, KPAI mendorong Inspektorat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman memeriksa Kepala Sekolah dan jajarannya, termasuk para pelatih pramuka yang berkaitan langsung dengan keputusan kegiatan ini dilaksanakan.
"Proses pemeriksaan didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan juga UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," katanya.
KPAI juga meminta agar segera ditelusuri apakah kegiatan ini diputuskan melalui rapat dewan guru dengan sudah mempertimbangkan dan menghitung segala faktor risiko yang akan terjadi.
"Apakah ada susunan panitia dan penanggung jawab kegiatan? Apakah antara jumlah anak dengan pembimbing dan pelatih proporsional. Kemudian, apakah survei dilakukan minimal sepekan sebelum kegiatan untuk menghitung faktor risiko," terangnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kebijakan Ekstrakurikuler Wajib
Kemudian, Retno meminta penelusuran apakah ada antisipasi sekolah dengan menyiapkan perahu karet, ambulans, pelampung, adakah SOP jika tiba-tiba cuaca buruk apa yang harus dilakukan.
"Telusuri juga apakah sekolah memberitahu atau mengurus ijin atau rekomendasi dari Dinas Pendidikan Sleman terkait kegiatan ini," ucapnya.
KPAI mendorong kepolisian menyelidiki kasus ini, jika terbukti ada kelalaian pihak sekolah, maka proses hukum harus dilakukan.
"KPAI mendorong Pemerintah Daerah melalui P2TP2A dan Dinas PPPA untuk melakukan pemulihan psikologi melalui psikososial terhadap anak-anak yang selamat dan mengalami shock dan masalah psikologis akibat peristiwa ini," ucapnya.
Selain itu, adanya kasus ini, KPAI juga mendorong Kemendikbud RI untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan Pramuka sebagai ekskul yang wajib diambil setiap anak, bahkan mempengaruhi kenaikan kelas.
Hal tersebut tertuang dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Ekstrakurikuler Wajib mulai jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK.
Advertisement