Sukses

KPK Geledah di Jakarta, Cari Kebenaran Informasi Keberadaan Nurhadi

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyidik KPK menerima informasi bahwa keberadaan Nurhadi malam ini ada di ibu kota.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memburu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Usai menyambangi Jawa Timur dan tak mendapatkan hasil, KPK kini kembali menyasar DKI Jakarta.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyidik KPK menerima informasi bahwa keberadaan Nurhadi malam ini ada di ibu kota.

"Selanjutnya memang kami menindaklanjuti informasi keberadaannya (Nurhadi) ada di Jakarta, sehingga malam ini teman-teman sedang bergerak ke lapangan penggeledahan di suatu tempat," ujar Ali di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).

Ali belum bersedia membeberkan lokasi yang dituju tim penyidik dalam memburu Nurhadi. Menurut Ali, perburuan terhadap Nurhadi akan terus dilakukan tim penyidik.

"Kami tentunya tidak bisa menyampaikan di daerah mana, tapi di Jakarta dan masih berlangsung. Ini Sekali lagi kami tegaskan sebagai komitmen penyidik KPK, komitmen pemimpin KPK untuk terus-menerus mencari para DPO dan menindaklanjuti Informasi yang masuk ke KPK," kata Ali.

Diketahui, secara berturut-turut KPK menggeledah di Tulungagung, dan Surabaya Jawa Timur. Penggeledahan dilakukan di kantor pengacara Rahmat Santoso & Partners, kediaman ibu mertua Nurhadi, dan kediaman adik ipar Nurhadi.

Namun tim penyidik belum berhasil menyeret Nurhadi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Suap Rp 46 Miliar

KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka karena yang bersangkutan melalui Rezky Herbiono, diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai Rp 46 miliar.

Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Diketahui Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.