Sukses

Kongres Umat Islam Minta Jokowi Kembalikan Penafsiran Pancasila kepada MPR

Menurut Kongres Umat Islam, keberadaan BPIP dalam penafsiran Pancasila tidak diperlukan lagi.

Liputan6.com, Jakarta Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VII di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk membubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), karena keberadaan BPIP tersebut tidak diperlukan lagi.

"Kami mendesak presiden untuk mengembalikan penafsiran Pancasila kepada MPR, sebagaimana diamanatkan dalam sila ke-4 dalam Pancasila," kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi saat penutupan Kongres Umat Islam Indonesia ke-VII di Pangkalpinang, Jumat malam 28 Februari 2020.

Oleh karena itu, keberadaan BPIP dalam penafsiran Pancasila tidak diperlukan lagi dan mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membubarkan BPIP tersebut.

"Seluruh peserta KUII VII tahun ini yang berasal berbagai komponen umat Islam di Indonesia, pimpinan Majelis Ulama Indonesia se-Indonesia, pimpinan Ormas-Ormas Islam, Pimpinan organisasi kemahasiswaan kepemudaan (OKP) Islam, pengasuh pondok pesantren dan sekolah Islam, pimpinan perguruan tinggi Islam, dunia usaha, lembaga filantropi Islam, media, pejabat Pemerintah, partai politik, dan para tokoh Islam lainnya sepakat minta Presiden membubarkan BPIP," ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Ia mengatakan Kongres Umat Islam Indonesia ke-VII dimulai 26 - 29 Februari 2020 dan dibuka Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma'ruf Amin juga mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi keterkaitan antara Pancasila dengan agama dan membantu penguatan nilai-nilai agama di dalam Pancasila.

"Kami mendorong pemerintah membantu penguatan nilai-nilai agama di dalam Pancasila untuk menghilangkan fitnah, bahwa peraturan perundang-undangan yang bermuatan agama yang tidak pancasilais," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Cegah Corona

Selain itu, KUII ini mendesak pemerintah untuk melakukan penegak hukum yang adil yang tanpa tebang pilih terhadap kasus-kasus mega korupsi dan penyebaran kebencian. Selanjutnya, pemerintah juga membuat sistem rekrutmen aparatur negara yang nondiskriminatif dan berbasis digital yang dapat diakses oleh seluruh warga negara sehingga tercipta proses transparansi yang melibatkan pengawasan masyarakat.

"Kami mendesak pemerintah melakukan pencegahan dan perlindungan warga negara dari virus yang membahayakan seperti corona," katanya.