Sukses

Di Hari Perempuan Internasional, Ratusan Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

Para buruh menuntut agar pemerintah segera menghapus RUU Omnibus Law Cipta Kerja karena dianggap mendiskriminasi hak pekerja permpuan.

Liputan6.com, Jakarta Ratusan perempuan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mulai padati Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). 

Bersamaan dengan Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day, mereka menuntut agar pemerintah segera menghapus RUU Omnibus Law Cipta Kerja karena dianggap telah mendiskriminasi hak pekerja permpuan.

"Tuntutan kami hari ini sangat jelas, kami menolak Omnisbus Law. Karena di dalam RUU itu, ada eksploitasi jam kerja perempuan. Ada juga potensi bagi kami akan kehilangan cuti haid, cuti melahirkan, cuti keguguran yang jelas-jelas itu spesifik sekali hak kita sebagai permpuan," kata Ketua Departemen Perempuan FSPMI Enda Suci di depan gedung Kemen PPPA, Jakarta Pusat, Jumat (6/3/2020).

Jika RUU Omnibus Law tetap diberlakukan, dia mempertanyakan bagaimana keberlangsungan hidup generasi di mada mendatang terkait seorang ibu yang tengah hamil dipaksa untuk terus bekerja.

"Kita yang melahirkan penerus anak bangsa mau dikemanakan? Mau dikemanakan juga penerus generasi bangsa ini? Harusnya kita sebagai perempuan dihargai," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga menolak peraturan Pajak Penghasilan Pasal 21. Pasalnya, para pekerja wanita yang sudah berkeluarga tetap dianggap sebagai lajang dan tidak akan mendapat penghasilan tanggungan keluarga.

"Kami juga menolak diskriminasi PPh 21. dDi situ aturannya kami yang sudah menikah tetap dinilai sebagai lajang. Jadi hitungan kami tetap sebagai lajang, dan tidak bisa menanggung anak-anak kami," jelasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Indikasi Penghapusan Jaminan Pekerja Wanita

Pihaknya juga menyayangkan, ada indikasi penghapusan jaminan pekerja wanita, terutama yang terapat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

"Selama ini kan ada regulasi pengamanan kami sebagai wanita di UU 13 2013 tentang ketenagakerjaan berupa cuti haid, melahirkan, keguguran. Tetapi di Omnisbus Law akan ada potensi hak itu untuk dihapus," imbuhnya.

Mereka juga menegaskan, akan terus melayangkan aksinya apabila aspirasi mereka tidak diterima oleh pemerintah.

"Akan ada kelanjutan aksi hari ini, sepanjang nanti hak perempuan didiskriminasi kami akan terus menyuarakan itu," ucap Enda Suci.

 

(Yosafat Diva Bayu Wisesa)