Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah belum mengambil langkah konkret terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Saat ini, pemerintah masih mempelajari draf putusan MA.
"Sikap pemerintah (terkait putusan MA), yaitu akan mempelajari terlebih dahulu keputusan tersebut sebelum mempertimbangkan langkah- langkah selanjutnya," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono saat dihubungi, Selasa (10/3/2020).
Baca Juga
Meski begitu, dia memastikan bahwa pemerintah akan menghormati putusan MA tersebut. Pemerintah, kata Dini, memastikan putusan tersebut tak mengganggu pelayanan terhadap masyarakat pengguna BPJS Kesehatan.
Advertisement
"Intinya, apapun langkah atau respons pemerintah nantinya, masyarakat tidak perlu khawatir karena pelayanan kepada masyarakat pengguna BPJS akan tetap menjadi perhatian utama pemerintah," jelas Dini.
MA mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.
"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, Senin 9 Maret 2020.
Sidang putusan pengabulan tersebut dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020.
Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung agar dibatalkan.
Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai dengan 100%.
Tony Samosir menyatakan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pertimbangan MA
Hakim menilai kenaikan iuran tersebut bertentangan dengan banyak pasal. Salah satunya Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres nomor 75 yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 23, Pasal 28 H Jo, Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Lalu Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Selain itu, bertentangan pula dengan Pasal 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Selanjutnya juga bertentangan dengan Pasal 4 Jo Pasal 5, dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Kemudian untuk pasal yang dibatalkan yakni, Pasal 34 yakni:
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.
Dengan demikian, maka majelis hakim memutuskan iuran BPJS kembali ke semula, yakni Kelas 3 sebesar Rp 25.500, kelas 2 Sebesar Rp 51.000 dan kelas 1 Sebesar Rp 80.000
Â
Advertisement