Sukses

Maaf Raja Belanda untuk Indonesia

Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima melakukan kunjungan resmi ke Indonesia. Keduanya disambut Presiden Jokowi dan ibu Negara Iriana di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa, (10/3/2020).

Liputan6.com, Jakarta - Kunjungan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima ke Indonesia membawa sejarah baru bagi bangsa ini. Secara terbuka Raja Willem menyampaikan permohonan maaf atas penjajahan yang dilakukan selama 350 tahun di masa lampau.

Hal ini disampaikan Raja Willem saat bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat kunjungan kenegaraan ke Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). 

"Senada dengan pernyataan pemerintah Belanda sebelumnya, saya ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas penjajahan yang dulu dilakukan oleh Belanda pada tahun-tahun itu," kata Willem.

Meskipun Indonesia telah memerdekakan diri, Belanda tetap saja melakukan agresi militer yang menelan banyak korban jiwa. Willem pun menyampaikan permintaan maaf terkait hal tersebut.

"Tahun-tahun setelah proklamasi, pemisahan yang menyakitkan terjadi yang menelan banyak korban jiwa," ujarnya.

Dia mengakui bahwa luka dan kesedihan dari keluarga yang dijajah Belanda masih terasa hingga kini. Willem berharap kunjungannya ke Indonesia dapat mendekatkan negara-negara yang pernah berlawanan.

"Ini adalah tanda harapan dan dorongan bahwa negara-negara yang pernah berada di sisi yang berlawanan telah mampu tumbuh lebih dekat dan mengembangkan hubungan baru berdasarkan rasa hormat, kepercayaan, dan persahabatan," jelasnya.

Willem menyatakan, Belanda telah mengakui kemerdekaan Indonesia secara politik dan moral sejak 2005. Hal itu terlihat kala pemerintah Belanda mengutus Menteri Luar Negeri Belanda saat itu Bernard Bot untuk kunjungan pertama kali ke Indonesia.

"Pemerintah Belanda telah mengakui secara politik maupun moral sejak 15 tahun lalu. Kami mengucapkan selamat pada Indonesia yang merayakan 75 tahun kemerdekaan 17 Agustus nanti," ucapnya.

Menurut dia, sejarah masa lalu memang tak bisa dihapus dan harus diakui oleh generasi selanjutnya. Raja Willem juga meyakini bahwa ikatan antara Belanda-Indonesia akan semakin kuat.

"Banyak orang di Belanda yang merasakan ikatan mendalam dengan Indonesia. Sangat memuaskan juga melihat jumlah pemuda Indonesia yang berminat belajar ke Belanda terus meningkat," tutur dia.

Sementara itu, Jokowi menuturkan bahwa sejarah memang tidak bisa dihapus, tapi masyarakat bisa belajar dari masa lalu. Dengan begitu, maka akan timbul hubungan yang saling menghormati dan menguntungkan.

"Kita jadikan pelajaran tersebut untuk meneguhkan komitmen kita untuk membangun sebuah hubungan yang setara, yang saling menghormati dan saling menguntungkan," ujar Jokowi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Serahkan Keris Pangeran Diponegoro

Selain meminta maaf atas penjajahan 350 tahun Belanda terhadap Indonesia, Raja Belanda Willem Alexander juga menyerahkan secara langsung sebilah keris milik Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro ke Presiden Jokowi. Keris pusaka itu diserahkan saat pertemuan Raja Willem dan Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Keris yang selama ini tersimpan di Belanda itu diserahkan secara simbolis usai Raja Willem dan Jokowi memberikan pernyataan pers bersama.

"Keris Pangeran Diponegoro diserahkan oleh Raja Belanda Willem Alexander kepada Presiden @jokowi dalam kunjungan hari ini di Istana Bogor," tulis Sekretariat Kabinet Pramono Anung dalam akun Instagramnya.

Keris milik Pangeran Diponegoro itu berwarna kuning di bagian sarungnya. Sementara itu, gagangnya berwarna cokelat. Keris itu terbungkus rapi dalam sebuah kotak kaca saat diserahkan Raja Willem ke Jokowi. Mereka pun lanjut berfoto bersama.

Sebelum dikembalikan ke Indonesia, berbagai proses penelitian dilakukan oleh para peneliti. Hal ini untuk membuktikan kebenaran kepemilikan keris.

keris itu didapatkan Pemerintah Belanda saat penangkapan Pangeran Diponegoro setelah perang besar antara 1825-1830.

Kolonel Jan-Baptist Cleerens kemudian memberikan keris Pangeran Diponegoro itu sebagai hadiah untuk Raja Willem I pada tahun 1831.

Keberadaan keris tersebut sempat menjadi teka-teki setelah Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) bubar. KKZ merupakan tempat koleksi khusus kabinet Kerajaan Belanda.

Momentum kunjungan Raja dan Ratu Belanda Belanda menjadi kesempatan baik bagi Pemerintah Belanda untuk mengembalikan benda pusaka tersebut kepada Indonesia.

“Ini merupakan kesempatan yang baik bekerja bersama untuk sebuah hubungan masa depan antara Indonesia dan Belanda. Saya sangat bersyukur bahwa sebagian besar anggota kabinet Belanda hadir bersama saya di sini,” kata Raja Willem.

3 dari 3 halaman

Bentuk Pengakuan Salah

Sejarahwan Bonnie Triyana melihat permintaan maaf Raja Willem sebagai sesuatu ekspresi pengakuan Belanda bahwa telah melakukan suatu kesalahan di masa lalu.

"Ya ini bukti bahwa Belanda mengakui bahwa dia memang melakukan tindakan kekerasan terhadap Indonesia di masa lalu," ucap Bonnie kepada Liputan6.com, Selasa (10/3/2020).

Dalam pertemuan tersebut, Bonnie melihat secara tersirat bahwa pihak Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 karena Willem mengucapkan selamat atas 75 tahun kemerdekaan Indonesia.

"Saya juga lihat dia mengakui walaupun tidak secara hukum (de jure) untuk mengatakan selamat 75 tahun kemerdekaan. Paling tidak dia memandang 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan Indonesia," ucap Bonnie.

Pasalnya sampai saat ini pihak Belanda melihat kemerdekaan Indonesia terjadi pasca dua agresi militernya, yakni pada 27 Desember 1949.

Namun, Bonnie memandang akan ada konsekuensi hukum bila Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sebab pada saat itu Belanda masih melakukan agresi militernya ke Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

Hal ini berarti Belanda telah melanggar kedaulatan Indonesia. Dan jelas bahwa melakukan invasi ke wilayah kedaulatan negara lain melawan hukum internasional.

"Restitusi atau pemberian ganti rugi kan ada prosedur hukumnya. Tidak lantas ngomong terus kita kaya nyadong duit gitu, itu kan ada prosedur hukumnya," ungkap dia.

"Jika secara officially Belanda mengatakan 17 Agustus sebagai kemerdekaan Indonesia. Berarti secara hukum dia menyatakan pula agresi militer dua kali tahun 1947 dan 1948 berarti melanggar hukum internasional tentang invasi ke suatu negara yang merdeka," imbuhnya.

Jika benar begitu, maka akan ada ganti rugi secara materiil dari pihak yang invasi, dalam hal ini adalah Belanda. Namun masalahnya, menurut Bonnie pernyataan Raja Belanda tak lebih dari pernyataan politis semata, bukan penyataan yang memiliki konsekuensi hukum.

Perlu diketahui, usai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, entitas Indonesia tidak pernah diakui oleh Belanda. Menurut Bonnie, saat itu Belanda melihat Indonesia sebagai negara buatan fasis Jepang. Baru setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Pemerintah Indonesia, Indonesia dianggap eksis.

Bonnie sendiri melihat peristiwa permintaan maaf bukan spontanitas dilontarkan oleh Raja Willem. Menurutnya jauh sebelum hari ini publik Belanda telah memperdebatkan apakah pihak Belanda harus minta maaf terhadap Indonesia.

"Di sana sudah jadi perdebatan panjang, setahun sebelum raja datang udah ribut orang. Publik juga di sana banyak pro kontranya. Menurut saya (pernyataan) itu normatif saja," cetusnya.