Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah Indonesia untuk membebaskan iuran pembayaran peserta BP Jamsostek merupakan wacana kebijakan yang justru bertentangan dengan aspek yuridis penyelenggaraan jaminan sosial.
"Pemerintah malah menabrak aturan hukum. Tidak sesuai dengan hukum positif berlaku soal Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jadi tidak boleh ditetapkan rencana kebijakan tersebut," kata Direktur Eksekutif BPJS Watch Timboel Siregar, Minggu (15/3/2020).
Timboel menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, khususnya di pasal 17, 30 dan 44, amat tegas disampaikan bahwa peserta BP Jamsostek adalah yang membayar kewajiban iuran.
Advertisement
"Jadi kalau tidak membayar iuran, dibebaskan, berarti mereka bukan peserta BP Jamsostek. Tidak berhak menerima manfaat dari program BP Jamsostek. Bebas iuran tapi kok mau dapat manfaat, lalu dari mana membayarkan preminya," ucap Timboel.
Menurut Timboel, dengan rencana membebaskan iuran peserta BP Jamsostek juga bakal berpengaruh negatif kepada kalangan pelaku usaha sebab mereka harus menanggung sendiri Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) pegawainya.
"Sebab sesuai hukum positif, peserta BP Jamsostek adalah yang bayar iuran. Bila tidak bayar, berarti bukan peserta. Kemudian dana kelolaan bakal tergerogoti karena menutupi pembebasan iuran," ujar Timboel.
Diketahui, pemerintah berencana menetapkan kebijakan pembebasan iuran peserta BP Jamsostek sebagai bagian dari stimulus ekonomi nasional akibat mewabahnya penyebaran virus Corona.
Ketenagakerjaan dianggap pemerintah sebagai salah satu sektor penting yang terdampak negatif dari wabah virus Corona sehingga direncanakan untuk dilakukan pembebasan iuran.
Kendati demikian, dari program yang diselenggarakan BP Jamsostek yakni JKK, JKM, Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) belum dikaji mendalam mana yang akan diterapkan pemberlakuan pembebasan iuran peserta.