Liputan6.com, Jakarta Tim Advokasi Novel Baswedan menyoroti dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus teror air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Salah satu tim advokasi, Alghiffari Aqsa menilai, dakwaan yang disampaikan JPU menunjukan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan hanya dinilai sebagai tindak pidana penganiayaan biasa tanpa ada kaitannya dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi dan teror sistematis pelemahan KPK.
"Tidak ada Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 340 atau pasal pembunuhan berencana sesuai fakta bahwa Novel diserang karena kerja-kerjanya menyidik kasus korupsi dan hampir saja kehilangan nyawanya akibat cairan air keras yang masuk ke paru-paru," kata Alghifari dalam keterangan tertulis, Kamis (19/3/2020).
Advertisement
Alghiffari bersama dengan Tim Advokasi lain turut menyaksikan kedua terdakwa penyerangan yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).
Alghiffari berpendapat, dakwaan JPU sangat bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Polri untuk Kasus Novel Baswedan.
"TPF menemukan bahwa motif penyiraman air keras terhadap Novel yang berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang ditanganinya," ujar dia.
Selain itu, Alghiffari menuturkan dakwaan JPU tidak mencantumkan fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Hal ini juga bertentangan dengan temuan dari TPF bentukan Polri yang menyebutkan bahwa ada aktor intektual di balik kasus Novel Baswedan.
"Patut diduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," ujar dia.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hanya Formalitas
Berdasarkan fakta tersebut, Tim Advokasi menilai bahwa sidang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka.
"Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak beroritentasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan," tandas dia.
Advertisement