Liputan6.com, Jakarta - Grup di ponsel pintar Merdeka, Jumat (20/3/2020) pagi mulai ramai. Satu persatu menanyakan kabar di tengah wabah Covid-19.
Salah satu anggota grup itu, Z, berkeluh kesah kepada anggota lainnya. Z masih harus pulang pergi dari kosannya ke kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, demi bekerja dari kantor.
Kebijakan kantornya ini bertolak belakang dengan imbauan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyarankan perusahaan menugaskan pekerjanya untuk bekerja dari rumah demi meminimalisasi potensi penularan Covid-19.
Advertisement
"Kalau kiamat juga, pasti disuruh kerja," celetuk Z, Jumat (20/3/2020).
Z bekerja di perusahaan asing. Bosnya juga orang asing yang terkenal dengan keuletannya saat bekerja. Demi kerahasiaan, nama negara dan perusahaan Z sengaja tak ditulis.
Z bercerita, bosnya tak langsung mempertimbangkan imbauan presiden. Sebab, tak ada instruksi resmi dari pemerintah pusat atau daerah kepada perusahaannya.
Jokowi pertama kali menyampaikan imbauan untuk bekerja dan belajar dari rumah pada Minggu 15Â Maret 2020. Banyak perusahaan-perusahaan yang menerapkan kerja dari rumah mulai Senin, 16 Maret 2020 lalu.
Z mengatakan, hal itu tak berlaku di tempatnya. Lantaran sang bos penuh perhitungan untuk menerapkan sistem kerja dari rumah di tengah wabah Covid-19.
"Karena masih sebatas imbauan, bukan instruksi," kata dia.
Namun, lanjut dia, tak sepenuhnya pegawai di tempatnya harus bekerja di kantor. Ada juga yang bekerja di rumah.
"Tapi hanya orang yang naik kendaraan umum,"Â ujar Z.
Sementara, yang indekos atau rumahnya dekat, diharuskan datang ke kantor. Dia memutuskan untuk mengisolasikan diri dari keluarga selama pandemi Covid-19 ini.
Menurut dia, lebih baik terkena sendiri daripada harus menularkan kepada orangtuanya.
Berbeda dengan Z, A lebih kurang beruntung. Sebagai sekretaris di perusahaan asing, dia harus menempuh jarak jauh ke kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, dari Depok, Jawa Barat.
Setiap harinya, A memilih naik kendaraan pribadi kemudian disambung dengan MRT menuju kantor. Dia bersyukur sudah tak naik KRL dalam situasi pandemi Corona seperti ini.
A tak masalah harus menempuh jarak jauh untuk bekerja. Meski ada kekhawatiran tiap kali mendengar suara batuk ketika di MRT.
Namun, dia lebih takut tertular dengan rekan kerjanya yang merupakan warga asing. Pasalnya, salah satu rekan kerjanya kerap batuk usai tiba di Jakarta dari negara asalnya yang penyebaran Covid-19 di sana cukup masif.
A khawatir karena belakangan rekan kerjanya tak memakai masker lantaran mengaku sudah sembuh.
"Ya (rekan kerjanya) sudah sembuh, sih. Jauh lebih baik. Tapi kan jadi kita yang was-was kalau dia batuk-batuk," kata A.
Â
Saksikan Video Berikut Ini:
Lebih Adil?
Beda lagi cerita bagi mereka yang bekerja di pabrik. Y yang bekerja sebagai penerjemah di pabrik di kawasan Karawang harus bekerja seperti biasa.
Tak ada sistem kerja dari rumah di sana. Sebab, perusahaannya menilai akan lebih adil jika semua bekerja tetap di pabrik.
"Karena ada produksi di pabrik dan tidak bisa disetop. Kalau cuma staff office saja yang work from home dan operator enggak dirumahkan, jadinya tidak adil," kata Y.
Y tidak yakin perusahaannya akan menerapkan kerja dari rumah jika Presiden Jokowi belum menetapkan untuk melakukan lockdown.
"Gua enggak mungkin WFH kalau Karawang belum di-lockdown," tutur Y.
Pemerintah telah menetapkan pandemi Corona dalam status darurat selama 91 hari. Jumlah kasus makin bertambah, begitu juga dengan pasien yang meninggal. Per Kamis 19Â Maret 2020, kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 309 orang dengan 25 orang meninggal dunia.Â
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement