Sukses

Peneliti Sebut Hasil Rapid Test Covid-19 Masih Harus Diuji PCR

Alat yang lebih akurat untuk mendeteksi virus Corona yaitu dengan menggunakan PCR atau Polymerase Chain Reaction.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah saat ini sudah menerapkan rapid test atau tes cepat untuk mendeteksi seseorang terpapar virus Corona atau Covid-19. Menurut Reaserch Fellow, A-Star Singapore atau Peneliti Bioteknologi Samira Husen Alamudin, tes tersebut belum menjamin keakuratan untuk mendeteksi virus ada di dalam tubuh.

"Rapid test ini mendeteksi anti bodi dalam tubuh, sehingga menghasilkan sebagai respons atas infeksi virus. Jadi tidak mendeteksi virus, tapi respons tubuh, nah respons tubuh ini antibodi, biasanya bisa dideteksi setelah tiga hari atau tujuh hari setelah terinfeksi," kata Samira dalam diskusi dengan tema 'COVID-19 ujian kebersamaan kita' di Jakarta, Sabtu (21/3/2020). 

Dia mengatakan alat yang lebih akurat untuk mendeteksi virus Corona yaitu dengan menggunakan PCR atau Polymerase Chain Reaction. Pemeriksaan tersebut, yaitu memeriksa spesimen dari swab tenggorokan dan mulut dapat lebih akurat mengetahui DNA virus dalam tubuh.

"Jadi kalau dilihat dari akurasinya PCR akurasi jauh lebih tinggi, butuh waktu," ungkap Samira.

Namun dia menilai, rapid test tersebut baik digunakan untuk mendeteksi dini dengan hasil yang cepat. Dia mengatakan tidak sampai 10-15 menit, hasil sudah didapat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Jika Hasil Rapid Test Negatif

Bagi pasien yang sudah mendapatkan hasil negatif dari rapid test, tambah Samira, sebaiknya menunggu terlebih dahulu tujuh sampai 10 hari ke depan. Jika hasilnya positif, pasien tersebut pun harus dipastikan kembali dengan PCR.

"Hasil rapid test ini, "orang ini pernah terpapar" tapi terpaparnya kapan dan apakah virus ini masih aktif, ini harus dilakukan berkelanjutan," jelasnya. 

"Kalau positif, hasilnya 'oh tubuh orang ini pernah terinfeksi', tapi apakah orang ini sudah sembuh atau belum harus dideteksi dengan PCR," katanya lagi. 

Tetapi dia menilai pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah baik untuk melakukan hal tersebut. Namun, masyarakat harus paham bahwa tes tersebut bukan diagnosis.

"Ya ini langkah yang bagus, tetapi bukan untuk diagnosis tapi ini untuk screening awal. Jadi bagus," ungkap Samira.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: MerdekaÂ