Sukses

Terima 3 Kwitansi Pembelian Apartemen Nurhadi, KPK Kemungkinan Jerat TPPU

KPK memastikan terus mengusut kasus dugaan suap penanganan perkara dan gratifikasi yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan terus mengusut kasus dugaan suap penanganan perkara dan gratifikasi yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut, tim penyidik lembaga antirasuah kini sudah menerima laporan yang dilayangkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait salinan tiga kwitansi pembelian apartemen yang diduga dilakukan Nurhadi.

"KPK berterima kasih atas setiap informasi dari masyarakat termasuk dari koordinator MAKI. Informasi tersebut tentunya akan menjadi tambahan data yang sudah kami miliki terkait perkara ini," ujar Ali saat dikonfirmasi, Jumat (27/3/2020).

Dengan pelaporan dari MAKI tersebut, Ali menyatakan tak menutup kemungkinan pihak lembaga antirasuah akan menelisik salinan tiga kwitansi tersebut. Termasuk akan menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Nurhadi.

"Tidak menutup kemungkinan dapat pula dikembangkan ke pasal TPPU jika ditemukan bukti permulaan yang cukup baik saat penyidikan maupun fakta-fakta dipersidangan nantinya," kata dia.

Namun, menurut Ali, untuk saat ini KPK fokus pada pencarian Nurhadi dan tiga dua lainnya dalam kasus ini yang hingga kini masih buron. Ali juga memastikan, meski mereka belum ditemukan, penyidik akan segera menyelesaikan berkas perkara dan akan menyidangkan di Pengadilan Tipikor.

"Saat ini kami fokus lebih dahulu melengkapi berkas perkara untuk pembuktian pasal-pasal (suap dan gratifikasi) yang di persangkakan saat ini," kata Ali.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Salinan tiga kwitansi

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut telah mendapat salinan tiga kwitansi pembayaran cicilan unit apartemen District 8 Jl. Senopati 8 Jakarta Selatan oleh Tin Zuraida, istri Nurhadi dengan nominal masing-masing kwitans Rp 250.000.000, Rp 112.500.000, dan Rp 114.584.000.

"Ditengah merebaknya virus Corona, copy kwitansi telah disampaikan kepada KPK via email pengaduan masyarakat KPK sebagaimana terdapat dalam poto screenshot," ujar Boyamin.

Boyamin pun berharap KPK menerapkan pasal TPPU berdasarkan dokumen tersebut. Karena menurut Boyamin, nilai transaksi cicilan satu bulan apartemen tersebut sangat besar, yaitu ratusan juta dengan sistem pembayaran tunai sehingga diduga bukan dari pengasilan resmi keluarga Nurhadi yang hanya PNS.

"Semestinya KPK menyelidiki dokumen kwitansi tersebut untuk memperoleh gambaran lokasi aset-aset Nurhadi dan keluarganya sehingga dapat mencari jejak jejak keberadaan Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono," kata Boyamin.

Nurhadi dijerat sebagai tersangka karena yang bersangkutan melalui Rezky Herbiono, diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai Rp 46 miliar.

Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Diketahui Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.

Ketiganya kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) lantaran kerap mangkir saat dipanggil baik sebagai saksi maupun tersangka. Meski demikian, ketiganya tengah mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan.