Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi menjelaskan banyak faktor yang menyebabkan menurunnya hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018 termais kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satunya ketidakhadiran siswa di kelas atau membolos.
"Tingginya ketidakhadiran siswa di kelas," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait Strategi Peningkatan Peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA), bersama Menteri Kabinet Indonesia Maju melalu telekonference di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (3/4/2020).
Mengacu dari hasil survei PISA, kata Jokowi perlu ada langkah perbaikan. Mulai dari aspek peraturan, regulasi, anggaran infrastruktur, manajemen sekolah, kualitas guru dan beban administrasi guru.
Advertisement
"Ini berkali-kali saya tekankan, mengenai beban administrasi  guru. Guru tidak fokus dengan belajar mengajar tapi lebih banyak dipakai utk hal-hal yang berkaitan dengan administrasi," jelas Jokowi.
Hal tersebut, kata Jokowi perlu difokuskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem.
Serta kata Jokowi proses perbaikan belajar. Terutama dengan teknologi informasi dan komunikasi.
"Serta perbaikan lingkungan belajar siswa termasuk motivasi belajar, menekan tindakan perundungan di sekolah. Survei PISA dan juga evaluasi UN terdapat hubungan kuat antara kondisi sosial ekonomi siswa dengan capaian hasil UN atau skor nilai PISA," tegas Jokowi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Masih di Bawah Rata-Rata
Skor Indonesia pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diselenggarakan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) masih dibawah rata-rata organisasi tersebut.
Dikutip dari Antara, hasil PISA 2018 yang dirilis oleh OECD di Paris, Perancis, Selasa, menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata yakni 371, jauh di bawah rata-rata OECD yakni 487.
Kemudian untuk skor rata-rata matematika yakni 379, sedangkan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains skor rata-rata siswa Indonesia yakni 389, sedangkan skor rata-rata OECD yakni 489.
Laporan OECD tersebut juga menunjukkan bahwa sedikit siswa Indonesia yang memiliki kemampuan tinggi dalam satu mata pelajaran, dan pada saat bersamaan sedikit juga siswa yang meraih tingkat kemahiran minimum dalam satu mata pelajaran.
Dalam kemampuan membaca, hanya 30 persen siswa Indonesia yang mencapai setidaknya kemahiran tingkat dua dalam membaca. Bandingkan dengan rata-rata OECD yakni 77 persen siswa.
Sedangkan untuk bidang matematika, hanya 28 persen siswa Indonesia yang mencapai kemahiran tingkat dua OECD, yang mana rata-rata OECD yakni 76 persen. Dalam tingkatan itu, siswa dapat menafsirkan dan mengenali, tanpa instruksi langsung, bagaimana situasi dapat direpresentasikan secara matematis.Â
Siswa Indonesia yang menguasai kemampuan matematika tingkat tinggi (tingkat lima ke atas) hanya satu persen, sedangkan rata-rata OECD sebanyak 11 persen.
Â
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement