Liputan6.com, Jakarta - Mudik lebaran atau mudik hari raya Idul Fitri menjadi persoalan di tengah pandemi virus corona covid-19. Bagi banyak orang, mudik lebaran ini sudah menjadi tradisi yang turun menurun sejak dulu kala.
Bagaimana sikap pemerintah? Hingga saat ini, pemerintah seakan tak satu suara. Pada 27 Maret, Kementerian Perhubungan merekomendasikan larangan mudik pada hari raya Idul Fitri tahun ini. Hal ini disampaikan Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati.
Baca Juga
Namun demikian, sambung Adita, sambil menunggu kebijakan Presiden Joko Widodo, Kementerian Perhubungan pun akan menyiapkan sejumlah skenario.
Advertisement
Sementara itu, pada Kamis lalu (2/4), Jurubicara Presiden, Fadjroel Rachman, mengatakan bahwa tak ada larangan resmi terhadap pemudik Idul Fitri 2020 M/1441 H. Namun, pemudik wajib isolasi mandiri selama 14 hari dan berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) sesuai protokol kesehatan yang diawasi oleh pemerintah daerah masing-masing.
Sehari kemudian, Jumat (3/4), Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membantah Fadjroel Rachman. Pratikno menegaskan bahwa pemerintah justru sangat meminta masyarakat agar tak perlu kembali ke kampung halaman hingga pandemi ini mereda. Pemerintah pun akan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik.
Bagaimana sebenarnya sikap yang akan diambil Presiden Joko Widodo?
Saat hal ini ditanyakan kepada Maruarar Sirait, yang dikenal sebagai orang dekat Jokowi, Maruarar mengatakan bahwa Presiden Jokowi sudah mendengar berbagai masukan, baik secara formal dari jajaran pemerintah maupun secara informal dari kalangan akademisi, tokoh agama dan para intelektual. Presiden Jokowi pun sudah mempertimbangan semua masukan itu.
Maruarar pun yakin Jokowi akan melarang mudik lebaran. Larangan mudik ini merupakan keputusan yang sangat strategis dan pasti akan sangat berpengaruh. Lebih-lebih larangan ini juga bertujuan untuk menyelamatkan rakyat Indonesia di tengah pandemik covid-19.
"Saya yakin Jokowi akan melarang mudik. Saya yakin Jokowi akan mengutamakan keselamatan rakyat yang lebih banyak. Dengan asumsi pemudik 16 juta orang dan kemudian isolasi mandiri 14 hari, lalu bertemu dengan sanak famili, kerabat dan kolega, ini sangat beresiko," ungkap Ara, demikian Maruarar disapa.
Saran
Tentu saja, saran Maruarar, bagi masyarakat yang tidak mudik tersebut harus diberikan insentif berupa jaring pengaman sosial atau safety net. Sehingga mereka yang tidak mudik, terutama di sektor informal, tidak akan kebingunan untuk memenuhi kebutuhan selama berada di parantauan,
Senada, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Anwar Abas, menilai hukum mudik di tengah pandemik adalah haram atau dilarang dalam agama. Alasan Anwar, pemudik bisa menularkan virus dan itu sangat membahayakan bagi kehidupan.
Menurut Anwar, Allah SWT telah melarang manusia menjatuhkan diri dari kebinasaan. Begitu pula sabda Nabi Muhammad SAW, yang melarang orang untuk masuk ke daerah yang sedang dilanda wabah dan atau keluar dari daerah tersebut.
“Melanggar ketentuan agama tersebut serta protokol medis yang ada jelas-jelas akan sangat berbahaya. Karena akan bisa mengganggu dan mengancam kesehatan serta jiwa dari yang bersangkutan dan juga diri orang lain,” jelas Anwar.
Advertisement