Liputan6.com, Jakarta: Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara melaporkan enam anggota legislatif ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Mereka dianggap bandel karena tak mau menyerahkan Lembar Kekayaan Penyelenggara Negara. Anggota MPR utusan Jawa Barat Solihin Gautama Purwanegara, seorang di antaranya tenang-tenang saja mendengar dia dilaporkan. Mantan Gubernur Jabar pada 1970 ini malah menantang KPKPN. "Saya sih tidak menjadi frustasi karena ini risiko keyakinan saya," kata Mang Ihin--biasa dia disapa.
Solihin pesimistis KPKPN mampu melaksanakan kewajiban memberantas kolusi, korupsi, dan nepostisme di lingkungan penyelenggara negara hanya dengan sekadar mengisi daftar kekayaan. "Usahanya tidak terarah itu buang waktu dan buang duit rakyat," ujar Solihin [baca: Ketua KPKPN Mengadukan Enam Anggota Legislatif Bandel]. Dia juga berpendapat KPKPN juga tak jelas membuat indikator korupsi. Tentara berpangkat letnan jenderal ini menyebutkan seseorang baru disebut koruptor setelah diperiksa, diusut, dan dihukum. "Saya telah bertugas dari tahun 1945. Tolonglah dicross back. Kalau tidak ada indikatornya jangan dianggap koruptor dong," kata Mang Ihin, kesal.
"Jika ini sangkaan KKN, kok orang yang memiliki utang triliunan, dan indikator nyolongnya sudah berat tidak jadi prioritas untuk dituntaskan. Kalau perlu ditembak matilah untuk membuat yang lain takut," ujar Solihin. Kenyataannya, sekarang KPKPN justru telah berbuat boros karena harus mendirikan kantor sampai mencari pegawai. "Apa efeknya?," ujar dia, bertanya. Apalagi lembaga ini hanya bersifat percobaan yang dampaknya dinilai kecil.
Menyinggung Ketetapan MPR Nomor XI/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, Solihin menilai undang-undang ini dibuat manusia dan bukan ayat suci Al Quran. "Ubah dong jika salah dan tidak ada gunanya," kata Solihin mengusulkan. Bekas Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan ini mengaku sudah menyuarakan perubahan TAP MPR tersebut. Tapi, suaranya kecil dan tak cukup menggugah perhatian anggota majelis lain yang berpandangan salah tentang memberantas korupsi. Masa aktif anggota MPR hanya 10 hari dalam setahun juga berpengaruh. "Tapi, saya tetap tidak setuju dengan jalan (KPKPN) itu," kata pria kelahiran Tasikmalaya, Jabar ini menegaskan.
Asal tahu saja, Solihin yang terkenal dengan julukan Maung Siliwangi ini berwatak keras. Kalimat yang sempat mengegerkan Tanah Air adalah ketika ia menyatakan bangsa kita &quotsakit&quot akibat tidak tegaknya hukum. Pernyataan itu diungkapkannya beberapa waktu setelah ia menolak di-litsus (penelitian khusus) untuk calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum 1992. Meski komitmennya terkesan kontroversial, mantan Panglima Komando Daerah Militer XIV Hassanudin ini tetap dipakai.(KEN)
Solihin pesimistis KPKPN mampu melaksanakan kewajiban memberantas kolusi, korupsi, dan nepostisme di lingkungan penyelenggara negara hanya dengan sekadar mengisi daftar kekayaan. "Usahanya tidak terarah itu buang waktu dan buang duit rakyat," ujar Solihin [baca: Ketua KPKPN Mengadukan Enam Anggota Legislatif Bandel]. Dia juga berpendapat KPKPN juga tak jelas membuat indikator korupsi. Tentara berpangkat letnan jenderal ini menyebutkan seseorang baru disebut koruptor setelah diperiksa, diusut, dan dihukum. "Saya telah bertugas dari tahun 1945. Tolonglah dicross back. Kalau tidak ada indikatornya jangan dianggap koruptor dong," kata Mang Ihin, kesal.
"Jika ini sangkaan KKN, kok orang yang memiliki utang triliunan, dan indikator nyolongnya sudah berat tidak jadi prioritas untuk dituntaskan. Kalau perlu ditembak matilah untuk membuat yang lain takut," ujar Solihin. Kenyataannya, sekarang KPKPN justru telah berbuat boros karena harus mendirikan kantor sampai mencari pegawai. "Apa efeknya?," ujar dia, bertanya. Apalagi lembaga ini hanya bersifat percobaan yang dampaknya dinilai kecil.
Menyinggung Ketetapan MPR Nomor XI/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, Solihin menilai undang-undang ini dibuat manusia dan bukan ayat suci Al Quran. "Ubah dong jika salah dan tidak ada gunanya," kata Solihin mengusulkan. Bekas Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan ini mengaku sudah menyuarakan perubahan TAP MPR tersebut. Tapi, suaranya kecil dan tak cukup menggugah perhatian anggota majelis lain yang berpandangan salah tentang memberantas korupsi. Masa aktif anggota MPR hanya 10 hari dalam setahun juga berpengaruh. "Tapi, saya tetap tidak setuju dengan jalan (KPKPN) itu," kata pria kelahiran Tasikmalaya, Jabar ini menegaskan.
Asal tahu saja, Solihin yang terkenal dengan julukan Maung Siliwangi ini berwatak keras. Kalimat yang sempat mengegerkan Tanah Air adalah ketika ia menyatakan bangsa kita &quotsakit&quot akibat tidak tegaknya hukum. Pernyataan itu diungkapkannya beberapa waktu setelah ia menolak di-litsus (penelitian khusus) untuk calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum 1992. Meski komitmennya terkesan kontroversial, mantan Panglima Komando Daerah Militer XIV Hassanudin ini tetap dipakai.(KEN)