Liputan6.com, Jakarta: Perkembangan sejarah dan politik di Tanah Air rupanya banyak mempengaruhi perkembangan aliran seni lukis Indonesia. Setiap periode seperti zaman penjajahan Belanda hingga masa kejayaan komunis di Indonesia sempat melahirkan aliran-aliran tersendiri. Keragaman itu bisa dilihat di Museum Seni Rupa dan Keramik di kawasan Taman Fatahillah Jakarta. Demikian hasil pantauan SCTV, baru-baru ini.
Satu di antaranya lukisan Bupati Lebak karya Raden Saleh, pelukis Indonesia yang sangat tersohor diawal abad 19 dengan gaya naturalis. Selain gaya naturalis, aliran mooi indie atau Hindia Jelita di 1920-an, juga membuktikan bahwa sejarah sangat mempengaruhi model lukisan di Tanah Air. Masa ini ditandai dengan gambar keindahan alam Indonesia yang dihasilkan pelukis lokal maupun pelukis Eropa seperti Wakidi, Henk Ngantung, Walter Spies, dan Ernest Dezentje.
Sedangkan para seniman militan seperti Sudjojono dan Agus Djaya menuangkan ide ke atas kanvas dengan tema perlawanan terhadap penjajahan. Periode ini kemudian disebut sebagai masa persagi atau Persatuan Ahli Gambar Indonesia sekitar 1937 dan berakhir pada masa kekuasaan Jepang pada 1942.
Menurut Kepala Seksi Pameran Museum Seni Rupa Subandiyo, seni lukis zaman Jepang berkembang cukup baik dengan berdirinya Keimin Bunka Sidhoso, lembaga kebudayaan yang mengasah keterampilan para seniman melalui kursus dan pameran. Periode ini menghasilkan banyak pelukis dengan komposisi yang baik, seperti Barli atau Batara Lubis.
Sementara pascakemerdekaan, sanggar-sanggar lukis mulai menjamur. Affandi dan Hendra Gunawan tercatat sebagai pelukis yang memprakarsai pembentukannya. Berbagai aliran hadir pada periode ini, seperti realis yang ditampilkan Hendra dan mayoritas bertemakan perjuangan. Selanjutnya pada 1955-1965, seni lukis bergerak dalam bayangan politik. Seperti dibentuknya Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) oleh Partai Komunis Indonesia. Tak sedikit pelukis yang bernaung di Lekra, sehingga muncul lukisan yang bersifat sosialis dan kerakyatan. Pelukis Tarmizi dan Zaini, misalnya.
Kini Akademi Seni pun telah hadir, seperti Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta atau Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Periode ini memberikan cakrawala baru dalam dunia seni lukis Indonesia dengan munculnya aliran abstrak serta pelukis muda di masa itu, seperti Nyoman Gunarsa, Widayat, hingga Jeihan.
Seni lukis terus berkembang pada 1980-an hingga sekarang. Aliran baru yang bersifat progresif pun bermunculan. Misalnya warna mencolok atau padu padan yang sangat berani seperti yang dihadirkan Dede Eri Supria dalam karya-karyanya.(ICH/Tim Liputan 6 SCTV)
Satu di antaranya lukisan Bupati Lebak karya Raden Saleh, pelukis Indonesia yang sangat tersohor diawal abad 19 dengan gaya naturalis. Selain gaya naturalis, aliran mooi indie atau Hindia Jelita di 1920-an, juga membuktikan bahwa sejarah sangat mempengaruhi model lukisan di Tanah Air. Masa ini ditandai dengan gambar keindahan alam Indonesia yang dihasilkan pelukis lokal maupun pelukis Eropa seperti Wakidi, Henk Ngantung, Walter Spies, dan Ernest Dezentje.
Sedangkan para seniman militan seperti Sudjojono dan Agus Djaya menuangkan ide ke atas kanvas dengan tema perlawanan terhadap penjajahan. Periode ini kemudian disebut sebagai masa persagi atau Persatuan Ahli Gambar Indonesia sekitar 1937 dan berakhir pada masa kekuasaan Jepang pada 1942.
Menurut Kepala Seksi Pameran Museum Seni Rupa Subandiyo, seni lukis zaman Jepang berkembang cukup baik dengan berdirinya Keimin Bunka Sidhoso, lembaga kebudayaan yang mengasah keterampilan para seniman melalui kursus dan pameran. Periode ini menghasilkan banyak pelukis dengan komposisi yang baik, seperti Barli atau Batara Lubis.
Sementara pascakemerdekaan, sanggar-sanggar lukis mulai menjamur. Affandi dan Hendra Gunawan tercatat sebagai pelukis yang memprakarsai pembentukannya. Berbagai aliran hadir pada periode ini, seperti realis yang ditampilkan Hendra dan mayoritas bertemakan perjuangan. Selanjutnya pada 1955-1965, seni lukis bergerak dalam bayangan politik. Seperti dibentuknya Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) oleh Partai Komunis Indonesia. Tak sedikit pelukis yang bernaung di Lekra, sehingga muncul lukisan yang bersifat sosialis dan kerakyatan. Pelukis Tarmizi dan Zaini, misalnya.
Kini Akademi Seni pun telah hadir, seperti Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta atau Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Periode ini memberikan cakrawala baru dalam dunia seni lukis Indonesia dengan munculnya aliran abstrak serta pelukis muda di masa itu, seperti Nyoman Gunarsa, Widayat, hingga Jeihan.
Seni lukis terus berkembang pada 1980-an hingga sekarang. Aliran baru yang bersifat progresif pun bermunculan. Misalnya warna mencolok atau padu padan yang sangat berani seperti yang dihadirkan Dede Eri Supria dalam karya-karyanya.(ICH/Tim Liputan 6 SCTV)