Liputan6.com, Jakarta - Selama mengabdi 42 tahun di lembaga peradilan, Muhammad Hatta Ali dua kali menjadi orang nomor satu di Mahkamah Agung (MA). Pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan 1950, itu memasuki masa pensiun menjadi Ketua Mahkamah Agung pada 7 April 2020.
Dua kali dia memimpin lembaga peradilan tertinggi di Republik Indonesia itu.
Namun, masa jabatan Ketua MA memang dibatasi usia. Pada periode kedua kepemimpinannya ini, dia hanya menjabat selama 3 tahun, meski masa jabatannya berakhir 2022.
Advertisement
Pada 7 April nanti, Hatta Ali memasuki angka 70 tahun.
Merujuk pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, "Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung diberhentikan secara hormat oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung karena meninggal dunia, berusia 70 tahun, atas permintaan sendiri, sakit terus menerus selama 3 bulan berturut turut, dan tidak cakap dalam tugasnya."
"Setiap pengangkatan itu periodenya 5 tahun, tapi usia saya 67 tahun. Saya berpatokan Undang-Undang MA paling saya menjabat 3 tahun sudah pensiun karena Undang-Undang MA usia pensiun 70 tahun mengikuti hakim agung," ujar Hatta Ali, Selasa (14/2/2017).
Sebelum menanggalkan jabatannya, Hatta Ali memerintahkan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Prim Haryadi untuk mencabut surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Aturan itu sebelumnya menuai polemik hingga dikritik sejumlah pihak seperti aktivis hukum dan kalangan pers.
Aturan SEMA yang menjadi sorotan yakni mengenai pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin ketua pengadilan setempat. Aturan itu tertuang dalam poin ketiga dari 12 poin dalam surat yang ditanda tangani Direktur Jenderal Badan Peradilan Hukum Pim Haryadi pada 7 Februari 2020.
"Benar mas," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi Liputan6.com mengenai pencabutan SEMA tersebut, Jumat 28 Februari 2020.
Menurut dia, Ketua MA Hatta Ali dan jajarannya telah meneliti lebih dalam surat edaran tersebut. Setelah diteliti, Hatta Ali memerintahkan untuk mencabut surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.
"Ternyata setelah diteliti itu sudah diatur, dan itu sudah diperintahkan untuk mencabut," ujarnya.
Andi menjelaskan dasar pencabutan surat edaran tersebut lantaran sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
"Saya sudah baca. Karena itu sudah diatur KUHAP, sudah diatur dalam PP 27 tahun 1983 itu kan dalam rangka ketertiban persidangan untuk kelancaran tertibnya persidangan," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perjalanan Karir Hatta Ali
Hatta Ali memulai karier di dunia hukum sejak 1978 dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Hukum dan HAM yang dulu bernama Departemen Kehakiman. Setelah 12 tahun berkarier, dia pertama kalinya menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bitung pada 1966.
Sebelumnya, dia pernah menjadi calon Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 1982, dilanjut menjadi Hakim Pengadilan Negeri Sabang, 1984.
Kemudian menjadi Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, 1990 dan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo pada 1995.
Anak bungsu dari 10 bersaudara ini, pada 1998 juga pernah menjabat sebagai Hakim Pengadilan Jakarta Utara. Pada 2000 juga menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Manado dan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang pada 2001.
Selanjutnya, dia menjabat sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar pada 2003. Setahun menjabat, ia diangkat menjadi Hakim Yustisial di Mahkamah Agung pada 2004 dan dilanjut pada 2005 sebagai Direktur di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum.
Pada 2007, dia bertugas di Mahkamah Agung sebagai hakim agung. Dua tahun kemudian, dia menjadi Ketua Muda Pengawasan MA merangkap Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).
Kemudian pada 8 Febuari 2012, dia terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung RI setelah mengantongi suara sebanyak 28 dari 54 suara hakim agung. Dia mengalahkan para pesaingnya yakni Ahmad Kamil 15 suara, Abdul Kadir Mappong 5 suara, M Saleh 3 suara, dan Paulus Effendi Lotulung 1 suara.
Saat itu, dia menyampaikan program-programnya. Hatta berjanji menjalankan amanah sebagai Ketua MA dan memprioritaskan pelayanan keadilan bagi masyarakat sebagaimana tertuang dalam blue print MA 2010-2035.
Hatta Ali pernah menimba ilmu di Universitas Padjajaran, Bandung, Universitas Airlangga, Surabaya dan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Advertisement
Lantik Pimpinan DPR hingga 25 Ketua Pengadilan Tinggi
Selama menjabat sebagai Ketua MA, Hatta pernah memimpin pelantikan terhadap para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024. Pengambilan sumpah dan janji jabatan itu dilakukan dalam sidang paripurna DPR, Selasa (1/10/2019).
Kelima pimpinan DPR itu adalah Ketua Puan Maharani dari PDIP, Wakil Ketua Aziz Syamsuddin (Golkar), Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Rahmat Gobel (Nasdem), dan Muhaimin Iskandar (PKB).
Sebelum memandu sumpah, ketua MA mengingatkan bahwa sumpah ini, mengandung tanggung jawab terhadap Tuhan YME dan manusia yang harus ditepati dengan segala keikhlasan dan kejujuran.
"Sebelum memangku jabatan ketua dan wakil ketua DPR, saudara-saudara wajib bersumpah menurut agama Islam. Apakah saudara-saudara bersedia disumpah menurut agama saudara?," tanya Hatta Ali.
"Bersedia," sahut lima pimpinan DPR.
Tak hanya melantik para pimpinan DPR RI saja, ia pernah melantik 2 Direktur Jenderal dan 25 Ketua Pengadilan Tinggi. Usai melantik, Hatta mengingatkan agar seluruh hakim menjalankan sumpah yang telah diucapkan.
"Ini adalah ikatan saudara-saudara kepada Tuhan, bahwa saudara akan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya," ucap Hatta saat menyampaikan sambutan di gedung MA, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Tegas Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Selama menjabat Ketua MA, dia bertindak tegas terkait perkara korupsi. Terlebih, jika ada hakim dan aparatur peradilan yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menegaskan, apabila para hakim terbukti terjerat kasus korupsi lebih baik dibinasakan.
"Tidak ada sama sekali toleransi dari MA terhadap seluruh jajarannya apabila melakukan tindakan-tindakan apalagi yang bersifat tindak pidana korupsi. Pidana pun dan sesuai di MA, orang yang bermasalah kita binasakan saja. Daripada menjadi bisul di tubuh MA," kata Hatta Ali saat memaparkan Refleksi Akhir Tahun Kinerja Mahkamah Agung di Kantornya, Jalan Merdeka Utara, Kamis (27/12/2018).
Apa yang di sampaikan itu sesuai dengan janjinya setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Ketua MA yang kedua kalinya pada Rabu 1 Maret 2017 di Istana Negara, Jakarta Pusat.
Saat itu, dirinya berjanji di periode kedua menjabat sebagai ketua MA, akan melakukan bersih-bersih terhadap hakim yang dinilai rentan terseret kasus. Dia akan menekankan pengawasan terhadap perilaku maupun kinerja hakim dalam persidangan.
"Kita sudah keluarkan berbagai Peraturan MA (Perma). Nomor 7, 8, 9 tahun 2016. Ketiga Perma ini penekanan fokusnya adalah masalah pengawasan. Karena itu, setiap pelanggar-pelanggar yang terjadi pada saat pelaksanaan tugasnya, yang berkaitan dengan non teknis dalam arti kata merupakan pelanggaran kode etik maka tidak ada ampun. Kami akan menindak secara tegas," kata Hatta di Istana Negara, Jakarta, Rabu (1/3/2017).
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka
Advertisement