Liputan6.com, Jakarta Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat dari Januari hingga April 2020 Gunung Anak Krakatau telah 10 kali erupsi.
Kepala Subdirektorat Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Badan Geologi Nia Haerani menyatakan, Gunung Anak Krakatau diturunkan tingkat aktifitasnya dari Level III atau Siaga menjadi Level II atau Waspada, pada 25 Maret 2019. Aktifitas vulkaniknya masih fluktuatif.
Berdasarkan data yang disampaikannya, selama Januari 2020 terjadi empat kali erupsi pada 1, 07 dan 15 Januari, menghasilkan kolom erupsi berwarna putih kelabu dengan tinggi maksimum 500 m dari atas puncak. Kemudian pada 6 hingga 11 Februari 2020 terjadi rangkaian erupsi yang menghasilkan kolom abu berwarna putih kelabu tebal dengan ketinggian maksimum 1.000 meter dari atas puncak.
Advertisement
Selanjutnya di Maret 2020, terjadi dua kali erupsi pada 18 Maret 2020 yang menghasilkan kolom abu berwarna putih kelabu setinggi 300 meter dari atas puncak. Pada 10 April 2020, terjadi dua kali erupsi, menghasilkan kolom erupsi berwarna kelabu tebal setinggi 500 meter dari atas puncak, diikuti dengan erupsi menerus tipe strombolian. Tidak terdengar suara gemuruh atau dentuman akibat erupsi.
"Menjelang dan selama erupsi, gempa-gempa vulkanik masih terekam dengan jumlah yang belum signifikan, menunjukkan masih terjadinya suplai magma ke kedalaman yang lebih dangkal," terang Nia Haerani dikutio dari website resmi ESDM magma.vsi.esdm.go.id pada Sabtu, 11 April 2020.
Masih Fluktuatif
Berdasarkan pengamatan deformasi dengan tiltmeter, Gunung Anak Krakatau masih bersifat fluktuatif dan menunjukkan gejala kenaikan yang tidak signifikan sejak 5 April 2020 hingga terjadinya erupsi pada Jumat, 10 April 2020 sekitar pukul 22.35 wib. Bahkan suara dentuman yang terdengar di wilayah Tangerang, Jakarta, Bogor hingga Depok, dikaitkan dengan suara dentuman tersebut.
Nia menganalisa data kegempaan dan deformasi yang menunjukkan bahwa aktifitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih fluktuatif, lantaran suplai fluida dari kedalam atau perut gunung masih terjadi.
Menurutnya, jenis fluida pada rangkaian erupsi Januari hingga Maret 2020 diduga didominasi oleh gas atau uap air, sedangkan erupsi pada 10 April 2020 material batuan pijar sudah terbawa ke permukaan dengan intensitas yang belum signifikan, jauh lebih kecil dibandingkan rangkaian erupsi pada periode Desember 2018 hingga Januari 2019.
Erupsi gunung berapi di tengah periaran Selat Sunda memiliki beberapa potensi bahaya yang harus diketahui oleh masyarakat luas, yakni lontaran material lava, aliran lava dan hujan abu lebat di sekitar kawah dalam radius 2 kilometer dari kawah aktif.
Â
Advertisement