Sukses

Cerita Pemilik Warkop Pilih Mudik Lantaran Pembeli Bandel Ngopi di Tempat

Pilihan untuk mudik, diakui HR lantaran takut tertular virus Corona atau Covid-19. Padahal, setiap harinya dia biasa meraup keuntungan sekitar Rp 500.000 dari usaha warkopnya.

Liputan6.com, Jakarta HR (57), satu dari sekian ribu pengusaha warung kopi (Warkop) di bilangan Jakarta Timur yang kini harus menutup usahanya karena pandemi Corona. Dari pada memilih bertahan, dia pun memutuskan untuk mudik ke kampung halamannya di Jawa Barat.

Pilihan untuk mudik, diakui HR lantaran takut tertular virus Corona atau Covid-19. Padahal, setiap harinya dia biasa meraup keuntungan sekitar Rp 500.000 dari usaha warkopnya. 

"Milih mudik itu, jujur saya malah takut ketular Corona. Apalagi warkop itu siapa saja bisa makan, ngopi, orang dari mana aja bisa dateng belanja. Itu yang bikin saya takut. Makanya lebih baik saya mudik selagi masih sehat dan tidak ada gejala dibandingkan harus terus membuka usaha," ungkap HR.

Dia pun menceritakan bagaimana pendapatannya ikut turun selama pandemi Corona terjadi di wilayah Jakarta. 

"Tapi bukan soal uang, tapi soal kesehatan. Semisal saya maksa buka, takut juga kena. Kalau lanjut untuk tutup tanpa pemasukan dan tinggal di Jakarta, aduh enggak bakal tahan satu bulan aja. Mending di kampung," sambungnya. 

Kepada merdeka.com, HR juga menceritakan kerap menyarankan ke setiap pelanggannya untuk tidak berkumpul di warkop miliknya dan lebih baik dibawa pulang. 

Malah, dia sampai menempelkan kertas imbauan bertuliskan 'lebih baik makan di rumah, belinya saja di sini'. Namun, itu pun tidak menyurutkan para pelanggannya untuk terus datang dan berkumpul di warung kopinya. 

Karena banyak pembeli yang membandel, HR pun hanya bisa pasrah dan memakai masker sebagai alat pelindungnya. 

"Sudah dikasih tulisan, dibilangin ya masih bandel. Malah duduk di depan. Kalau udah gitu mau gimana, satu sisi kita juga butuh pembeli. Tapi pasti kan mereka bisa tersinggung juga kalau kita tegas gitu. Maka saya lebih baik mudik aja udah tutup warung," ungkapnya.

 

  

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Isolasi Mandiri di Rumah 14 Hari

Pilihan untuk mudik ke kampung halaman sudah dilakukan HR sejak 14 hari lalu, sebelum PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.  

"Mudik biasa pakai bus, yang penting saya mudik masih belum ada gejala-gejala corona. Kaya sesek, batuk, bersin gitu masih aman," jelasnya.

Sesampainya di kampung halaman, HR menyebutkan dirinya langsung dibawa ke balai desa, disemprot disinfektan termasuk di cek kesehatan serta suhu badan.

Setalah dikatakan aman, dia dianjurkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Tidak ada kontak langsung dengan keluarga dan hanya di dalam kamar, Keluar kalau hanya ingin ke kamar mandi saja.

"Iya pertama saya ke kantor kepala desa di periksa kalo sekiranya suhu badan tinggi langsung di periksa ke dokter. Kalo misalkan sehat boleh pulang, pakaian langsung di rendam air panas. Terus jangan dulu keluar rumah selama 14 hari," tuturnya.

HR juga mengatakan bahwa pilihannya tetap berada dikampung selain takut terkena corona, juga kebutuhan hidup yang berat di Jakarta, apabila harus menutup usahanya dan harus tetap tinggal di Jakarta.

"Saya enggak sanggup kalau cuma nutup warkop dan saya tetap di Jakarta, takut ketularan. Terus biaya hidup juga besar, beda sama di kampung walau enggak ada pemasukan. Makan mah selalu ada insyAallah enggak kekurangan. Terus biaya hidup juga murah," tuturnya. 

Selama di kampungnya, HR mengisi waktu luangnya dengan bertani, mengecat dan bermain bersama anak-anaknya.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka