Sukses

Ombudsman: Mutu Pelayanan Informasi Polri hingga Kejaksaan Belum Efektif

Tahun ini Ombudsman melakukan kajian singkat dengan melakukan metode mystery shopping atau penyamaran kepada sejumlah lembaga.

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia melakukan kajian singkat atau rapid assesment tentang responsivitas saluran informasi atau kontak lembaga pada instansi penegak hukum. Kajian ini dilakukan untuk kedua kalinya sejak 2019 untuk memastikan mutu pelayanan saluran informasi yang baik kepada masyarakat.

Dalam paparannya, Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menyebut, hampir seluruh intansi penegak hukum masih buruk dalam hal mutu pelayanan saluran informasi. Hampir seluruh instansi tak responsif saat kontak layanan mereka dihubungi oleh pihak Ombudsman.

"Tim Ombudsman RI melakukan kontak telepon atau mengakses kontak layanan lembaga dan media sosial yang dicantumkan dengan skenario sebagai masyarakat yang membutuhkan layanan dari lembaga tersebut. Setiap lembaga diuji 2 hingga 3 kali dalam sehari dengan percobaan selama 2 hari yang berbeda," ujar Adrianus, Selasa (21/4/2020).

Tahun ini Ombudsman melakukan kajian singkat dengan melakukan metode mystery shopping atau penyamaran kepada Kepolisian RI, Mabes Polri, NTMC Polri, Divisi Humas Polri, Polda Metro Jaya, Polda Jabar, Polda Metro Jaya, Polres Bogor Kota, Polres Kabupaten Bogor, Polresta Depok, Polres Metro Kota Tangerang, Polres Bekasi.

Adrianus mengatakan, dari 10 unit kerja di Polri, hanya 44 persen atau hanya empat unit kerja yang merespons, baik dengan mengangkat telepon, yakni NTMC Polri, Polres Bogor Kota, Polres Bogor Kabupaten, dan Polres Depok. Sedangkan lima lainnya tak mengangkat telepon.

"Nomor telepon dan media sosial pada jajaran Polri belum efektif karena sebagian besar saat dilakukan pengujian tidak ada petugas yang mengangkat, bahkan nomornya tidak dapat dihubungi," kata Adrianus.

Untuk Kejaksaan Agung, Ombudsman melakukan kajian terhadap Kejagung, Kejati DKI Jakarta, Kejati Banten, Kejati Jawa Barat, Kejari Bogor, Kejari Depok, Kejari Tangerang, dan Kejari Bekasi. Menurut Adrianus, dari delapan satuan kerja hanya satu yang memberikan respons yakni Puspenkum Kejagung. Sementara tujuh lainnya tidak mengangkat telepon.

"Kondisi kali ini masih sama seperti pada pengujian pertama di tahun 2019, dimana jajaran Kejaksaan Agung masih cenderung kurang responsif," kata Adrianus.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bagaimana dengan MA?

Untuk Mahkamah Agung, Ombudsman melakukan kajian terhadap Mahkamah Agung RI, PT DKI Jakarta, PT Bandung, PT Banten, PN Bogor, PN Depok, PN Tangerang, dan PN Bekasi. Menurut Adrianus, hanya tiga satuan kerja di MA yang respon, yakni MA, PT DKI, dan PN Bekasi.

Untuk, Kemenkumham RI, Ombudsman mengkaji Ditjen PAS, Kanwil DKI Jakarta, Kanwil Banten, Kanwil Jawa Barat, Lapas Klas II A Bogor, Lapas Lapas Klas II Depok, Lapas Klas I Sukamiskin, Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas II A Bekasi, Lapas Pemuda Tangerang.

"Dari 10 satuan kerja yang memiliki nomor kontak yang dicantumkan pada website Ditjen Pas, hasil pengujian hanya 20 persen atau dua satuan kerja yang mengangkat telepon, yakni Kanwil Jawa Barat dan Lapas Klas II A Bogor," kata dia.

Sedangkan untuk lembaga negara, Ombudsman mengkaji KPK, Komisi Yudisial, Kompolnas, Komnas HAM, KPAI, Komisi Kejaksaan, dan Komnas Perempuan.

"Dari seluruh komisi/lembaga negara, semuanya memiliki nomor kontak yang responsif. Pada saat dihubungi semua tersambung dan ada petugas yang mengangkat telepon dan memberikan penjelasan dengan baik," kata Adrianus.

Adrianus mengatakan, dari hasil pengujian secara keseluruhan, layanan nomor kontak yang tidak merespons cukup besar yaitu 60%. Hasil pengujian bisa dimaknai bahwa saluran kontak layanan tidak berfungsi atau tidak dapat memberikan respons yang baik kepada masyarakat.

"Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan terjadinya maladminisitrasi," kata Adrianus.

Maka dari itu, Ombudsman menyarakan agar keseluruhan instansi meningkatkan kesadaran petugas mengenai pentingnya nomor kontak layanan dan media sosial sebagai akses masyarakat untuk memperoleh informasi, menyampaikan saran atau pengaduan terkait penyelenggaraan pelayanan publik.

Serta, menjaga dan meningkatkan responsifitas nomor kontak dan media sosial yang telah disediakan atau menutup nomor kontak dan media sosial yang tidak dapat dikelola dengan baik agar tidak membingungkan masyarakat.

Kemudian membuka fasilitas layanan pesan langsung (DM) untuk semua akun media sosial yang telah disediakan agar memudahkan akses masyarakat. Bagi yang telah membuka fasilitas DM agar dikelola dengan baik. Selain itu, juga menyiapkan petugas yang kompeten dan khusus memberikan pelayanan atau merespons melalui alamat kontak baik telepon maupun media sosial.

"Memaksimalkan fungsi pengawasan oleh pimpinan masing-masing lembaga/isntansi.satker/UPT terhadap keberfungsian nomor kontak dan media sosial yang telah disediakan sehingga berfungsi secara optimal," Adrianus mengakhiri.

Â