Sukses

Komisi XI DPR Sebut Akan Kawal Pelaksanaan Perppu Corona

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dinilai kontroversial.

Liputan6.com, Jakarta - Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dinilai kontroversial. Salah satunya Pasal 27 yang dianggap memberikan kekebalan hukum pada pemerintah.

Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengatakan, melihat memang ada langkah-langkah-langkah extraordinary di bidang keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan akibat terjadinya krisis kesehatan dan krisis kemanusiaan. Karena itu, akan mengawal jalannya tersebut.

"Akan mengawal jalannya pelaksanaan kewenangan yang diberikan Perppu 1/2020 kepada Mitra Kerja Komisi XI DPR RI antara lain di bidang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan," ucap Dito dalam keterangannya, Jumat (24/4/2020).

Menurut dia, dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi XI DPR RI ke depan terhadap implementasi Perppu 1/2020, dapat mendukung dan menguatkan langkah-langkah strategis dan extraordinary Pemerintah dalam menangani virus Corona atau Covid-19.

"Sekaligus menyelamatkan perekonomian dan menjaga stabilitas sistem keuangan," ungkap Dito.

Dalam implementasi Perppu ini, lanjut dia, walaupun dalam kondisi luar biasa karena pandemi virus Corona atau Covid-19, pemerintah juga jangan asal-asalan.

"Kami meminta agar pemerintah tetap mengedepankan good governance, iktikad baik serta tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya," pungkas Dito.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Penjelasan Mahfud Md soal Kontroversi Perppu Corona yang Dianggap Kebal Hukum

Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dinilai kontroversial. Salah satunya Pasal 27 yang dianggap memberikan kekebalan hukum pada pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meluruskan anggapan tersebut. Dia memastikan, tidak ada yang kebal hukum dari tindak pidana korupsi.

 "Tidak kebal hukum dari korupsi, artinya ada atau tidak ketentuan pasal itu, kalau ada korupsi di dalam pelaksanaannya itu enggak ada yang kebal hukum. Kalau tidak ada korupsinya ya jangan dipersoalkan karena kan ini hukum dalam keadaan darurat," kata Mahfud dalam wawancara di Youtube, Senin (20/4/2020).

Menurut Mahfud, sudah ada tiga undang-undang yang mengatur tentang kekebalan pemerintah. Salah satunya di undang-undang Restitusi Pajak.

"Itu kan mengatur begitu juga, pemerintah tidak bisa dituntut yang melakukan itu dalam keadaan tertentu, tetapi kalau ada korupsi di dalam implementasi ada atau tidak itu tetap dituntut," tuturnya.

"Isinya sendiri, tidak dianggap masalah juga selama ini, undang-undang juga mengatur itu, kenapa ramai sekarang, tapi bagus supaya rakyat tahu," ujar Mahfud.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, korupsi punya dua ukuran. Pertama, melakukan perbuatan korupsi. Kedua, mens rea atau ada itikad buruk untuk korupsi.

"Nah kalau enggak ada mens rea-nya enggak ada, tidak itikad jelek dia untuk mengeluarkan Perppu ya tidak apa-apa," ucapnya.

Mahfud kemudian menyebutkan dua Perppu yang pernah ditolak, yaitu soal Jaringan Pengaman Sosial Keuangan tahun 2008 dan dan Perppu 1 Tahun 2014 soal Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Satu Perppu yang ditolak oleh DPR, itu Perppu jaringan pengaman sosial keuangan, itu tahun 2008, tidakapa-apa ditolak ditolak aja engak ada sanksinya, tapi DPR-nya enggak tahu sendiri kan akibatnya apa sesudah itu," ucapnya.

"Kedua sudah ada Perppu yang dibatalkan oleh MK, Perppu nomor 1 tahun 2014, enggak apa-apa juga," sambungnya.

Menurutnya tidak masalah bila ada yang menggugat Perppu. Mahfud malah senang karena di situ bisa ditemukan jalan keluar.

"Malah bagus menurut saya. Saya orang yang berkecimpung dulu di DPR lama, di MK lama, saya bergairah kalau ada mengunggat itu bukan takut, karena di situ jalan keluar bisa ditemukan bersama tanpa menyalahkan pemerintah," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

Pasal Kontroversial

Untuk diketahui, Pasal 27 Perppu No 1 Tahun 2020 yang dianggap kontroversi itu berbunyi:

(1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.