Liputan6.com, Jakarta Sejumlah media asing menyoroti kisah para penggali makam di Indonesia di tengah pandemi Corona Covid-19. Channel News Asia misalnya, menggambarkan seperti apa pengalaman para penggali makam  di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Rangon, Jakarta Timur.Â
Cerita itu salah satunya datang dari penggali kubur bernama Minar (53). Di bawah terik matahari, Minar mengatakan sejak 33 tahun bekerja sebagai penggali makam, dia tidak pernah sesibuk saat ini.
Dia menuturkan, sejak awal Maret lalu, jumlah kematian akibat virus Corona terus meningkat. Hal ini membuat para penggali kubur sepertinya tak pernah berhenti bekerja.
Advertisement
"Pekerjaan saya sekarang sangat berbeda. Saya hampir tidak bisa istirahat. Sekarang sangat melelahkan karena ada begitu banyak mayat tiba setiap hari. Jadi saya merasa lelah karena menggali tanpa henti," kata dia.Â
Sejak jumlah kematian meningkat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan instruksi bagi jenazah yang meninggal karena Covid-19 dan dicurigai terkena infeksi hanya dapat dimakamkan di dua pemakaman umum yaitu di Jakarta Timur.
Satu lokasi di TPU Pondok Rangon yang merupakan tempat Minar bekerja dan lainnya di Jakarta Barat. Pemprov menilai kedua tempat itulah yang masih memiliki ruang.
"Ada sekitar 80 penggali di pemakaman Pondok Rangon yang dibayar oleh pemerintah. Mereka dibagi menjadi empat tim, jelas Minar.
Setiap tim bertanggung jawab atas satu tugas khusus selama sepekan. Seperti menggali kuburan, membersihkan kuburan, memotong rumput dan membersihkan saluran pembuangan di pemakaman.
Tetapi sejak Corona mewabah, Minar menggali kuburan setiap hari, bahkan terkadang yang bukan tugas timnya harus tetap mereka kerjakan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Berpacu dengan Waktu
Menurut dia, satu makam membutuhkan waktu dua jam penggalian. Dalam satu hari, Minar harus menggali lima kuburan.
Adanya spekulasi virus corona dapat bertahan hidup di tubuh orang yang meninggal menjadikan otoritas kesehatan membuat protokol pemakaman sesegera mungkin. Ini untuk meminimalkan risiko penyebaran virus.
"Saya harus berpacu dengan waktu. Kadang-kadang ketika mayat tiba, kuburan belum siap. Semuanya harus dilakukan dengan cepat," kata Minar.
Dia mengaku diliputi kesedihan setiap kali melihat keluarga almarhum mengucapkan selamat tinggal terakhir mereka dari jauh.
Dalam menjalankan tugasnya, Minar mendapat alat pelindung diri (APD) dari pemerintah. Dia harus membawa mayat keluar dari ambulans lalu menguburnya.
"Saya khawatir karena Covid-19 adalah penyakit menular. Saya sebenarnya takut tetapi ini adalah tanggung jawab saya. Apa yang bisa saya katakan?" kata dia.
Menggunakan APD di bawah teriknya matahari Jakarta juga sebuah tantangan. Dia mengaku tidak nyaman dan merasa seperti terbakar.
Kemudian ada hari di mana saat hujan datang. Terlepas dari cuaca, penggalian kuburan dan proses penguburan tetap harus berjalan.
Advertisement
Dukungan Keluarga dan Tetangga
Ayah dari lima orang anak ini juga merasa takut membawa pulang virus tersebut. Anggota keluarga turut prihatin tetapi yang mereka bisa lakukan hanya berdoa.
"Mereka berdoa untuk saya atau mengucapkan kata-kata penghiburan seperti 'Ayah, hati-hati. Semoga ayah tidak terinfeksi,'" kata Minar.
Keluarga Minar selalu mendukung profesinya dan mengerti kontribusinya dalam memerangi virus corona. Begitupun para tetangga.
Minar mengatakan, para tetangga kian memberikan dukungan. Dia juga mengaku belum menemukan stigma di lingkungan tempat tinggalnya.
Selain itu, Minar dan para penggali kubur lainnya juga kerap mendapat makan siang dan peralatan pelindung tambahan dari komunitas dan relawan.
Dia merasa bersyukur tetap mendapat dukungan yang membuatnya bertahan hingga saat ini.
Harap Pandemi Segera Berakhir
Merupakan sebuah tradisi bagi umat muslim untuk mengunjungi makam keluarga mereka beberapa hari sebelum bulan Ramadan tiba. Pemakaman biasanya dipenuhi pengunjung yang berdoa serta banyak yang menjajakan bunga.
Namun, tahun ini berbeda. Tidak diizinkannya mengadakan ritual akibat pemberlakuan Pembatasan sosial berskala Besar (PSBB) di Jakarta, suasana pemakan menjadi sepi.
"Saya telah bekerja di sini selama puluhan tahun, dan tidak pernah separah ini. Hanya ada satu atau dua orang yang datang. Dan mereka menjaga jarak dari kita," katanya.
Tanpa pengunjung, pendapatan Minar juga tidak berkurang. Namun, ia cukup sedih dengar para pekerja informal sekitar kuburan.
"Saya agak sedih karena pekerja informal (yang bekerja di sekitar kuburan) sekarang kehilangan penghasilan," imbuhnya.
Dirinya berharap pandemi ini cepat berakhir. Agar di bulan Ramadan ini umat Islam tetap fokus menjalankan ibadah.
"Yang terpenting adalah saya melakukan pekerjaan saya dengan tulus, dan insyaAllah itu tidak akan menjadi beban," jelasnya.
Â
Reporter:Â Razdkanya Ramadhanty
Sumber: Dream
Advertisement