Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra mengatakan, langkah polisi memeriksa pemilik telepon seluler sumber pesan hasutan kerusuhan adalah hal wajar, asalkan mematuhi rambu hukum yang ada.
"Andai kasus itu terjadi pada saya, pesan berisi hasutan menyebar dan hasil analisis polisi bahwa pesan itu berasal dari HP (handphone) yang terdaftar atas nama saya, saya anggap wajar jika polisi mencari saya," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Minggu (26/4/2020).
Baca Juga
Polisi berwenang mengambil langkah preventif jika di medsos beredar hasutan kepada publik agar melakukan kerusuhan dan penjarahan. Berdasar hasil pelacakan aparat hukum, untuk sementara diketahui bahwa pesan yang berisi hasutan itu berasal dari nomor HP tertentu dan terdaftar atas nama orang tertentu.
Advertisement
Yusril mengatakan, andaikan dirinya sebagai pihak yang tertuduh tidak merasa bersalah, maka sebagai warganegara yang baik dia akan tetap kooperatif.
"Saya bisa jelaskan bahwa saya tidak pernah menulis pesan berantai yang bersifat menghasut itu. Saya serahkan HP saya, dan minta polisi selidiki karena saya berkeyakinan seseorang telah meretas HP saya," ujar Yusril.
Namun, langkah pertama yang harus dilakukan polisi adalah secepatnya penyelidikan. Dalam konteks penyelidikan itu polisi berwenang untuk memanggil dirinya guna dimintai keterangan lebih dahulu.
"Jika polisi sudah punya bukti pendahuluan, bisa saja polisi memanggil saya sebagai saksi lebih dulu untuk didengar keterangannya. Pemanggilan harus menggunakan surat," jelasnya.
Kalau dalam pemanggilan tersebut tidak kunjung datang setelah dipanggil dengan cara yang patut, maka polisi bisa memanggil paksa dengan dibekali surat penangkapan.
"Kalau saya ngeyel, polisi wajib menunjukkan surat perintah penangkapan kepada saya. Jadi prosedur itu harus kita pahami dan wajib dilaksanakan oleh polisi sebagai penegak hukum," katanya.
Unit Cybercrime Mabes Poliri, kata Yusril juga akan segera dapat mengetahui bahwa ponselnya diretas atau tidak. Kalau memang ternyata diretas, maka polisi bisa mempersilahkan dirinya pulang.
"Bagus juga jika saat itu polisi dan saya mengadakan konfrensi pers dan memberitahu publik bahwa pesan yang berisi hasutan itu bukan dari saya, dan HP saya terbukti diretas. Polisi juga sekaligus mengingatkan publik agar jangan terpengaruh dengan pesan yang berisi hasutan itu," jelasnya.
Namun langkah tersebut, kata dia terkadang kalah cepat dengan waktu. Pesan berantai berisi hasutan melakukan kerusuhan misalnya akan dilaksanakan tiga hari lagi. Pesan itu sudah meluas dan meresahkan.
"Kalau polisi mengikuti prosedur normal melalui pemanggilan melalui surat dan sebagainya, maka waktu tidak cukup lagi. Polisi memang dilematis," tukasnya.
Kasus Penangkatan Ravio
Yusril berpendapat bahwa penegakan hukum mestinya fair, jujur dan adil. Di samping juga warganegara harus menghormati kewenangan polisi sebagai penegak hukum.
"Polisi juga wajib menghormati setiap warganegara, meskipun polisi berdasarkan nalurinya curiga terhadap seseorang," tegasnya.
Kata Yusril, kalau hukum ditegakkan dengan cara yang benar dan warganegara juga menghormati proses penegakan hukum, maka akan selamatlah negara kita di tengah krisis yg terjadi akibat pandemi Covid-19 ini.
Sebelumnya diketahui, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus membenarkan telah menangkap Ravio Patra, aktivis sekaligus peneliti kebijakan publik. Ravio ditangkap Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya atas tuduhan menyiarkan berita onar.
"Memang saya membenarkan tadi malam dari Krimum Polda Metro Jaya mengamankan seserorang insial RPA," kata Yusri dalam rilisnya di Polda Metro Jaya, Kamis (23/4/2020).
Yusri mengatakan, Ravio Putra ditangkap di Jalan Gelora, Menteng Jakarta Pusat pada Rabu 22 April 2020 malam. Saat ini, yang bersangkutan sedang diperiksa di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
"Kita tunggu saja hasil pemeriksaannya karena ini diduga menyebarkan berita onar," ujar Yusri.
Advertisement